REPUBLIKA.CO.ID, DAMASKUS -- Berdasarkan sumber lokal, koalisi militer pimpinan AS dikabarkan melakukan konvoi dengan membawa truk dan kendaraan militer. Peralatan dan persediaan yang diapit oleh kapal tanker juga ditujukan ke timur laut Suriah.
Menurut laporan, konvoi tersebut telah memasuki wilayah Suriah melalui titik penyeberangan perbatasan al-Walid dengan Irak. Perbatasan itu tidak dikontrol oleh pemerintah Suriah sehingga konvoi dianggap ilegal karena telah melintasi jalan raya M4 dalam perjalanannya ke Deir ez-Zor dan Hasakah.
Menanggapi hal tersebut, Pentagon membenarkan pengerahan pasukan AS di Suriah dengan mengatakan mereka ada di sana untuk memastikan kekalahan abadi teroris ISIS. Kendati demikian, Damaskus tetap menegaskan jika pendudukan AS adalah ilegal dan menuduh Amerika berusaha menjarah minyaknya.
Mengutip Sputnik, Senin (15/3), Intelijen militer Rusia memperkirakan AS dan sekutunya menjarah senilai 30 juta dolar AS minyak dari sisa-sisa infrastruktur minyak lokal setiap bulan. Sebagai informasi, kehadiran AS di Suriah tidak didukung oleh mandat Dewan Keamanan PBB. Washington juga tidak memiliki undangan dari pemerintah negara itu untuk beroperasi di wilayah Arab.
Meskipun berkomitmen membalikkan sebagian besar kebijakan luar negeri dan domestik pendahulunya, pemerintahan Biden telah melanjutkan kebijakan Trump di Suriah. Biden secara konsisten menjadi pendukung intervensi AS di Suriah, dan melanjutkan Operation Timber Sycamore, sebuah program senjata dan pelatihan CIA rahasia era Obama yang dimulai pada 2012.