Jumat 19 Mar 2021 06:07 WIB

Hukum Pengembalian Barang yang Telah Dibeli

Allah memerintahkan untuk memenuhi akad yang telah dibuat.

Rep: Rossi Handayani/ Red: Ani Nursalikah
Hukum Pengembalian Barang yang Telah Dibeli. Pengunjung memilih pakaian di Pasar Beringharjo, Yogyakarta, Jumat (1/1). Libur Tahun Baru 2021 wisatawan memadati kawasan Pasar Beringharjo. Di sini wisatawan membeli batik atau baju untuk oleh-oleh dengan harga murah.
Foto: Wihdan Hidayat / Republika
Hukum Pengembalian Barang yang Telah Dibeli. Pengunjung memilih pakaian di Pasar Beringharjo, Yogyakarta, Jumat (1/1). Libur Tahun Baru 2021 wisatawan memadati kawasan Pasar Beringharjo. Di sini wisatawan membeli batik atau baju untuk oleh-oleh dengan harga murah.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Beberapa toko-toko besar memiliki kiat-kiat tersendiri untuk menarik para konsumen. Di antaranya memberikan fasilitas barang yang telah dibeli dapat ditukar dengan barang yang lain atau uang kembali utuh.

Dikutip dari buku Harta Haram Muamalat Kontemporer karya Erwandi Tarmizi, cara ini sangat memuaskan para pelanggan sehingga mereka tertarik berbelanja di toko tersebut. Pengembalian ini ada beberapa bentuk, ada yang hanya boleh ditukar dengan barang lain yang ada di toko tanpa pengembalian uang tunai bila harga sama.

Baca Juga

Bila harganya lebih mahal pembeli membayar selisih harganya. Ada juga yang memberi konsumen voucer seharga barang yang dikembalikan yang dapat digunakan untuk belanja di toko tersebut kapan pun. Dan ada juga, uang kembali utuh jika barang yang dibeli masih utuh. 

Jangka waktunya juga bervariasi, ada yang membatasi satu hari untuk barang tertentu, seperti barang elektronik, ada juga yang membatasi tiga hari, tujuh hari dan 14 hari. Dan ada juga yang tidak membatasi waktu pengembalian. Bagaimanakah syariat menyikapi fenomena ini? 

Pada dasarnya, bilamana syarat-rukun dalam sebuah akad jual-beli terpenuhi, maka akad menjadi lazim (niscaya). Barang berpindah ke tangan pembeli dan uang berpindah ke tangan penjual serta kedua-belah pihak (penjual dan pembeli) tidak dapat lagi menarik diri dari akad yang telah mereka lakukan. 

Hal ini berdasarkan kesepakatan (ijma) para ulama, dan berdasarkan firman Allah Ta'ala, 

يَا أَيُّهَا الَّذِ ينَ آمَنُوا أَوْفُوا بِالْعُقُودِ

"Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu,"(Al Maidah ayat satu). 

Allah memerintahkan untuk memenuhi akad (termasuk akad jual-beli) yang telah dibuat. Perintah untuk memenuhi akad menunjukkan akad yang dilakukan bersifat mengikat (lazim), karena jika akad tidak bersifat mengikat maka tidak perlu diperintahkan untuk memenuhinya. 

Tetapi dikecualikan dari prinsip dasar di atas, bila terdapat khiyar (penjual atau pembeli berada dalam masa yang dibenarkan untuk memilih, melanjutkan, atau membatalkan akad) atau penjual dan pembeli sepakat saling ridha untuk membatalkan akad (fasakh).

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement