Jumat 19 Mar 2021 12:24 WIB

Jokowi Desak Dialog dan Rekonsiliasi di Myanmar

Indonesia mendesak agar dialog dan rekonsiliasi segera dilakukan di Myanmar.

Rep: Dessy Suciati Saputri/ Red: Esthi Maharani
Demonstran berkumpul selama protes terhadap kudeta militer di Yangon, Myanmar, Kamis (18/3). Protes antikudeta terus berlanjut meskipun tindakan keras terhadap demonstran semakin intensif oleh pasukan keamanan.
Foto: STRINGER/EPA
Demonstran berkumpul selama protes terhadap kudeta militer di Yangon, Myanmar, Kamis (18/3). Protes antikudeta terus berlanjut meskipun tindakan keras terhadap demonstran semakin intensif oleh pasukan keamanan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Presiden Joko Widodo (Jokowi) mendesak dilakukannya dialog dan rekonsiliasi untuk memulihkan demokrasi dan perdamaian di negara Myanmar. Kondisi Myanmar yang semakin tak kondusif menyusul gelombang protes melawan kudeta militer ini menyebabkan puluhan orang meninggal dan ribuan warga menyelamatkan diri.

“Indonesia juga mendesak agar dialog, rekonsiliasi segera dilakukan untuk memulihkan demokrasi, untuk memulihkan perdamaian, dan untuk memulihkan stabilitas di Myanmar,” ujar Jokowi dalam pernyataan persnya di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Jumat (19/3).

Jokowi menegaskan, keselamatan dan kesejahteraan rakyat harus menjadi prioritas utama. Karena itu, ia mengaku akan segera melakukan pembicaraan dengan Sultan Brunei Darussalam sebagai ketua ASEAN agar segera menyelenggarakan pertemuan tingkat tinggi ASEAN membahas krisis di Myanmar tersebut.

Presiden pun menyampaikan rasa dukacita dan simpatinya kepada seluruh korban dan keluarga korban akibat penggunaan kekerasan di Myanmar. Selain itu, Indonesia juga mendesak agar penggunaan kekerasan di negara itu segera dihentikan.

“Indonesia mendesak agar penggunaan kekerasan di Myanmar segera dihentikan sehingga tidak ada lagi korban berjatuhan,” kata dia.

Seperti diketahui, kondisi di Myanmar kini semakin mencekam setelah Pemerintah militer Myanmar memperluas pemberlakukan darurat militer di seluruh negeri. Kudeta militer yang terjadi pada 1 Februari itu membuat Aung San Suu Kyi ditahan.

Baca juga : AS dan China Saling Lontarkan Kritik Tajam

Kudeta dilakukan oleh militer setelah munculnya tudingan kecurangan pada pemilihan umum 8 November yang dimenangkan partai yang dipimpin Suu Kyi. Aksi demonstrasi masyarakat yang meluas ini pun menyebabkan puluhan orang meninggal dunia.

Bahkan, ribuan warga menyelamatkan diri dari pinggiran kawasan industri Ibu Kota Myanmar. Saat ini, Myanmar menghadapi isolasi yang semakin meningkat karena tindakan militer yang semakin ketat. Pada Kamis (18/3), layanan internet terbatas dan surat kabar swasta dipaksa berhenti terbit.

Pihak berwenang membatasi layanan internet yang digunakan pengunjuk rasa untuk mengatur jalannya aksi demonstrasi. Akses Wi-Fi di tempat umum pun sebagian besar telah ditutup.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement