REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah meminta Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM RI untuk melakukan pencekalan terhadap pihak-pihak terkait perkara dugaan korupsi pengadaan tanah di Munjul, Pondok Rangon, Cipayung, Jakarta Timur Tahun 2019. Pencegahan bepergian ke luar negeri itu dilakukan untuk mempercepat penyelesaiaan perkara.
"Pencegahan ke luar negeri tersebut tentu dalam rangka kepentingan kelancaran proses penyidikan agar apabila dibutuhkan untuk kepentingan pemeriksaan mereka tetap berada di wilayah Indonesia," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri di Jakarta, Rabu (24/3).
Ali mengatakan, permintaan pencegahan keluar negeri terhadap beberapa pihak dilakukan selama enam bulan terhitung sejak tanggal 26 Februari 2021. Dia memastikan saat ini KPK masih terus mengumpulkan alat bukti melalui penyidikan perkara tersebut.
KPK sejauh ini telah menetapkan tersangka dalam perkara tersebut. Kendati, lembaga antirasuah itu mengaku masih belum bisa mempublikasikan secara detail terkait tersangka dan konstruksi perkara dimaksud.
"Pada waktunya nanti akan kami sampaikan konstruksi perkara secara lengkap pada saat setelah penyidikan cukup dan upaya paksa penahanan terhadap para tersangka telah dilakukan," katanya.
Seperti diketahui, KPK mengaku tengah melakukan penyidikan soal dugaan korupsi terkait pengadaan tanah di Cipayung, Jakarta Timur. Lembaga antirasuah itu mengungkapkan bahwa mereka telah menemukan dua bukti permulaan yang cukup guna melakukan penyidikan untuk selanjutnya menetapkan tersangka dalam dugaan rasuah tersebut.
Sementara, kasus yang dimaksud KPK adalah pembelian tanah di beberapa lokasi untuk Program DP 0 Rupiah Pemprov DKI oleh BUMD DKI Jakarta. Dari sembilan objek pembelian tanah yang diduga di-mark-up, salah satunya yakni pembelian tanah seluas 41.921 m2 yang berada di kawasan Munjul, Pondok Ranggon.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menonaktifkan Direktur Utama (Dirut) Perumda Pembangunan Sarana Jaya, Yoory C Pinontoan. Dia diberhentikan sementara menyusul dugaan perkara korupsi pengadaan tanah di Pondok Rangon, Cipayung, Jakarta Timur. Penghentian sementara itu berdasarkan Keputusan Gubernur Nomor 212 Tahun 2021 tentang Penonaktifan Direktur Utama dan Pengangkatan Direktur Pengembangan Sebagai Pelaksana Tugas Direktur Utama Perumda Pembangunan Sarana Jaya.