REPUBLIKA.CO.ID, MANILA -- Filipina dan Vietnam tidak tinggal diam dengan keberadaan kapal-kapal China di Laut China Selatan. Vietnam mendesak agar Beijing menghormati kedaulatan maritimnya. Sementara Presiden Filipina Rodrigo Duterte menyatakan kekhawatirannya ihwal keberadaan ratusan kapal tersebut.
Kecemasan internasional telah meningkat dalam beberapa hari terakhir setelah lebih dari 200 kapal China, yang diduga diawaki oleh milisi militer, berkumpul di laut China Selatan. Filipina merasa terancam dengan kehadiran ratusan kapal tersebut.
Kapal-kapal itu ditambatkan di kawasan Whitsun Reef, zona ekonomi eksklusif Manila sepanjang 200 mil. “Presiden mengaku sangat prihatin. Setiap negara akan cemas dengan jumlah kapal itu,” kata juru bicara Presiden Duterte, Harry Roque, seperti dilansir dari Reuters pada Kamis (25/3).
Brunei, Malaysia, Filipina, Taiwan, China, dan Vietnam memiliki klaim teritorial yang disengketakan di Laut Cina Selatan.
Duterte dilaporkan telah mengirim pesan kepada duta besar China, Huang Xilian untuk memperjelas hak kedaulatan maritim Filipina, di tengah klaim China. Kedutaan China di Manila tidak menanggapi permintaan komentar atas pertemuan Duterte.
Namun pada Rabu, China membantah ada milisi di atas kapal. China mengklaim bahwa kapal-kapal di Whitsun Reef hanyalah kapal penangkap ikan yang berlindung dari laut yang ganas.
Sementara itu, Juru bicara Kementerian Luar Negeri Vietnam Le Thi Thu Hang pada Kamis mengatakan bahwa kapal-kapal China di terumbu karang, yang oleh Hanoi disebut Da Ba Dau, telah melanggar kedaulatannya.
"Vietnam mendesak China menghentikan pelanggaran ini dan menghormati kedaulatan Vietnam," kata Hang dalam arahan reguler.
Kapal penjaga pantai Vietnam terlihat ditambatkan di dekat daerah yang disengketakan pada hari Kamis, menurut data pelacakan kapal yang diterbitkan oleh situs web Marine Traffic. Hang mengatakan bahwa penjaga pantai Vietnam telah menjalankan tugas sebagaimana diatur oleh hukum, termasuk hukum internasional.