REPUBLIKA.CO.ID, MOJOKERTO -- Kementerian Pertanian (Kementan) melalui Badan Karantina Pertanian (Barantan) kembali melakukan tindakan pemusnahan terhadap komoditas impor berupa jahe yang tidak memenuhi persyaratan karantina pertanian.
Setelah pekan lalu memusnahkan 108 ton jahe (Zingiber officinale Rosc) asal Vietnam dan Myanmar yang masuk melalui Pelabuhan Tanjung Priok, hari ini Jumat (26/3) di Mojokerto, Barantan melakukan hal yang sama terhadap 287,7 ton asal India dan Myanmar yang masuk melalui Pelabuhan Tanjung Perak.
"Tindakan penolakan yang dilanjutkan dengan pemusnahan ini tentu sudah melalui kajian dan hasil analisa risiko. Tindakan terbaik guna menjaga produktivitas dan melindungi kelestarian sumber daya pertanian Tanah Air," kata Sekretaris Barantan, Wisnu Haryana saat memberikan laporannya mewakili Kepala Barantan, seperti dalam siaran persnya, Jumat (26/3).
Menurut Wisnu, setelah dilakukan pemeriksaan fisik dan laborarorium oleh pejabat karantina tumbuhan komoditas segar asal impor ini tidak memenuhi persyaratan karantina serta berpotensi membawa hama penyakit tumbuhan sehingga dilakukan tindakan penolakan.
Masih menurut Wisnu, pemilik telah diperintahkan untuk segera mengeluarkan komoditas dari wilayah NKRI namun sampai dengan batas waktu yang ditentukan hal ini tidak dilakukan sehingga harus dilanjutkan dengan tindakan pemusnahan.
Pelaksanaannya dilakukan sesuai Pasal 45 dan 48 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2019 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan. Dan seluruh biaya pemusnahan menjadi tanggung jawab pemilik (Pasal 48 ayat 3), jelasnya.
“Kemampuan produksi jahe nasional harus kita jaga, jika terserang hama asal luar negeri yang belum ada sebelumnya maka potensi kerugian pada tingkat produksi ditaksir mencapai Rp 3,4 triliun. Ini belum termasuk biaya upaya eliminasi, yang bisa memakan waktu entah berapa tahun, dan biaya ekonomi lainnya yang harus ditanggung, inilah hitung-hitungan yang harus kita jaga," tutur Wisnu.
Deklarasi karantina negara asal tidak sesuai
Secara teknis, Kepala Karantina Pertanian Surabaya, Musyaffak yang juga turut hadir dan mendampingi pada acara tersebut menjelaskan bahwa importasi jahe tersebut secara administrasi sudah terpenuhi. Namun, setelah dilakukan pemeriksaan fisik ditemukan jahe tersebut kotor, bertanah dan mengandung nematoda berjenis Aphelenchoides fragrariae.
"Deklarasi karantina negara asal melalui Phytosanitary Certificate (PC) dari negara asal bahwa komoditas sehat dan aman ternyata tidak sesuai," jelas Mussyafak.
Selain tidak memenuhi peraturan internasional (ISPM 20 dan 40), komoditas impor yang masuk diwilayah kerjanya ini juga tidak terpenuhinya persyaratan pada Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 25 tahun 2020, tentang adanya 166 jenis OPTK yang bisa terbawa melalui tanah, katanya.