REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Moda Raya Terpadu (MRT) pertama di Indonesia hadir dua tahun lalu sejak 12 Maret 2019 di Jakarta. Tak hanya menjadi pilihan transportasi umum di Jakarta, MRT pada akhirnya juga mampu mengubah wajah Jakarta hingga memunculkan gaya hidup baru.
Sesuai dengan esensinya, MRT memang dibangun untuk memindahkan penggunaan kendaraan pribadi ke transportasi umum. Cepat dan modern juga menjadi daya tarik tersendiri untuk memancing masyarakat beralih menggunakan MRT.
Gaya hidup baru lainnya pun pada akhirnya muncul. Dengan adanya 13 stasiun di titik strategis, memicu masyarakat untuk gemar berjalan kaki, naik sepeda, bahkan hanya sekedar menikmati sensasi menggunakan transportasi umum modern yang selama ini lama dinanti hadir di Indonesia.
Direktur Utama PT MRT Jakarta William Sabandar bersyukur, dua tahun hadir untuk membantu perubahan Jakarta menjadi lebih baik. Kini sepanjang koridor Lebak Bulus hingga Bundaran HI, pilihan transportasi umum masyarakat bertambah dengan hadirnya MRT.
"Kita bisa melihat masyarakat Jakarta begitu mengapresiasi perubahan budaya yang terjadi. Budaya antre, kebersihan di kereta, bahkan pada masa pandemi jaga jarak hingga penerapan protokol kesehatan dilakukan dengan baik," kata William dalam diskusi virtual 2 Tahun Melayani Jakarta, Kamis (25/3).
Terlebih dengan datangnya masa pandemi Covid-19, William merasa kondisi itu mengajarkan MRT harus terus melakukan transformasi. MRT pun juga pada akhirnya melakukan penyesuain untuk memaksimalkan gaya hidup baru yang lebih sehat.
"Kalau kemarin membantu kota untuk beralih ke transportasi publik. Setelah Covid-19, kita mengedukasi bagaimana menggunakan transportasi publik dengan sehat," tutur William.
Untuk itu, William merasa sudah saatnya MRT tidak bisa lagi hanya menjadi alat pemindah dari titik satu ke lainnya. Berusaha untuk memberikan pengalaman dan gaya hidup baru bagi penggunanya juga akan dimaksimalkan.
Pengamat dari Masyarakat Transportasi Indonesia Djoko Setijowarno bahkan menilai kebijakan penumpang MRT yang boleh membawa sepeda lipat sangat positif. Kebijakan itu juga mendukung untuk menumbuhkan gaya hidup sehat.
Meskipun begitu Djoko mengharapkan kebijakan diperbolehkannya membawa sepeda lipat dapat dilakukan saat jam sibuk. "Kalau jam sibuk kan justru bisa membuat orang mau naik sepeda karena banyak yang sedang beraktivitas pada jam itu," ungkap Djoko.
Di sisi lain, Djoko melihat kelangsungan MRT secara keberlanjutan akan terus positif. Terutama dalam mendorong pemindahan penggunaan kendaran pribadi ke transportasi umum.
DP pembelian kendaraan pribadi yang saat ini bisa lebih murah pun menurut Djoko tidak akan menggerus upaya peningkatan penggunaan transportasi umum. "Di luar negeri mobil juga sama lebih murah, tapi banyak yang tidak mau beli karena parkir mahal, bayar pajak, macet, jadi orang mikir-mikir. Itu tidak akan berpengaruh kepada MRT," jelas Djoko.