REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan pemeriksaan silang terhadap tersangka penerima suap dan gratifikasi, Nurdin Abdullah (NA) dan Edy Rahmat (ER). Keduanya diperiksa terkait perkara pengadaan barang dan jasa, perizinan dan pembangunan infrastruktur di lingkungan Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan tahun anggraran 2020-2021.
"Tersangka NA dan tersangka ER diperiksa dalam kapasitas untuk saling menjadi saksi dalam berkas perkara penyidikan masing-masing tersangka," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangan, Ahad (28/3).
Pemeriksaan tersebut dilakukan pada Jumat (26/3) lalu. Ali mengatakan, dalam pemeriksaan itu penyidik mengonfirmasi terkait dengan penyitaan atas berbagai barang bukti yang ditemukan pada saat dilakukan penangkapan dan penggeledahan kepada masing-masing tersangka.
Seperti diketahui, Nurdin Abdullah ditetapkan tersangka bersama Sekretaris Dinas PUPR Provinsi Sulawesi Selatan Edy Rahmat. Politisi Partai berlogo kepala banteng moncong putih itu diyakini menerima suap dari Direktur PT Agung Perdana Bulukumba (APB) Agung Sucipto yang juga ditetapkan sebagai tersangka.
Dalam kasus ini, Nurdin diduga menerima suap dan gratifikasi dengan nilai total Rp 5,4 miliar terkait proyek di lingkungan Pemprov Sulsel. Duit Rp2 miliar diberikan dari Agung melalui Edy. Suap itu diberikan agar Agung dapat kembali menggarap proyek di Sulsel untuk tahun anggaran 2021.
Atas perbuatannya, Nurdin dan Edy dijerat Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 dan Pasal 12B Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara itu, Agung dikenakan dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.