REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Gelaran Tanwir ke-1 Pemuda Muhammadiyah yang digelar sejak Jumat (2/4) resmi berakhir pada Ahad (4/4). Agenda yang dilaksanakan di Novotel Manado Resort & Convention Center, Manado, Sulawesi Utara, itu ditutup oleh Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy.
"Tema yang diambil adalah 'Dakwah Kolaboratif Memajukan Bangsa', yang artinya bahwa seluruh anak bangsa itu harus mampu mengedepankan berbagai urusan kebangsaan. Kepentingan kebangsaan itu harus di atas segala kepentingan golongan, suku dan agama," tutur Sekjen PP Pemuda Muhammadiyah, Zulfikar Ahmad Tawalla, kepada Republika, Senin (5/4).
Zulfikar menyampaikan, dunia bergerak begitu cepat dalam 10 tahun terakhir hingga memunculkan revolusi 4.0 dan kecerdasan artifisial. Karena itu, dakwah saat ini juga harus mampu melintasi ruang dan waktu. Supaya, ruang dakwah ini bisa mengisi seluruh kehidupan sehari-hari masyarakat.
"Dalam perkembangan 10 tahun terakhir ini, interaksi masyarakat itu sudah mulai di tangan, di genggaman. Maka harus dilakukan penyesuaian di mana ini terkait dengan kemampuan SDM dalam mengaplikasikan seluruh instrumen dakwah. Jika tidak, kita akan tertinggal," terangnya.
Sekarang ini, lanjut Zulfikar, tidak ada lagi bangsa yang besar dan kecil. "Yang ada itu adalah bangsa yang cepat dalam merespons perubahan. Siapa yang cepat merespons, maka dia yang akan bertahan dalam kemajuan zaman. Kalau tidak, akan dilibas oleh kemajuan zaman," ujarnya.
Tanwir itu sendiri menghasilkan sejumlah rekomendasi. Di antaranya, mewajibkan kepada seluruh pimpinan Pemuda Muhammadiyah di setiap tingkatan untuk lebih melek terhadap media sosial dan memperluas strategi dakwah dengan penggunaan ruang-ruang digital.
Selain itu, Pemuda Muhammadiyah meminta pemerintah untuk mempersiapkan dan mengelola secara serius bonus demografi yang akan terjadi di Indonesia untuk mengakselerasi pertumbuhan di segala lini. Juga, meminta pemerintah untuk melakukan tekanan politik kepada pemerintahan Myanmar dalam persoalan demokrasi di myanmar.
Selanjutnya, mendesak pemerintah untuk segera menyelesaikan pelanggaran HAM yang terjadi di Indonesia, dan mendesak pemerintah menghapus ambang batas parlemen agar tidak terjadi hilangnya suara rakyat pada pemilih partai yang tidak lolos parliamentary threshold.