Rabu 07 Apr 2021 18:26 WIB

Loncatan Perkembangan Pasar Modal Syariah di Masa Pandemi

Indeks saham syariah melejit paling tinggi selama pandemi.

Rep: Lida Puspaningtyas/ Red: Friska Yolandha
Pekerja memfoto layar pergerakan harga saham di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Rabu (31/3/2021). Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada penutupan perdagangan Rabu (31/3) ditutup melemah 85,92 poin atau 1,42 persen ke level 5.985.
Foto: Antara/Muhammad Adimaja
Pekerja memfoto layar pergerakan harga saham di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Rabu (31/3/2021). Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada penutupan perdagangan Rabu (31/3) ditutup melemah 85,92 poin atau 1,42 persen ke level 5.985.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perkembangan pasar modal syariah terus menunjukkan peningkatan setiap tahunnya. Kepala Divisi Pasar Modal Syariah BEI, Irwan Abdalloh menyampaikan pandemi Covid-19 telah menjadi batu loncatan bagi sejumlah indikator.

"Kita lihat dari banyak sisi mulai dari jumlah saham syariah, kapitalisasi pasar, volume transaksi, frekuensi transaksi, jumlah investor syariah, hingga nilai transaksi menunjukkan ketahanan yang signifikan," katanya dalam Pelatihan Pasar Modal Syariah, Rabu (7/4).

Baca Juga

Ketahanan tersebut membandingkan antara Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI) dengan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Per Maret 2021, jumlah saham syariah masih mendominasi pasar yakni sekitar 59,9 persen.

Pangsa kapitalisasi pasar tercatat 48 persen senilai Rp 3.439 triliun dengan volume transaksi rata-rata harian sebesar 46 persen atau 9.284 juta saham. Sementara frekuensi rata-rata hariannya mencapai 60 persen atau 836.923 kali dari total IHSG dan nilainya Rp 9,276 triliun.

Irwan mengatakan indeks saham syariah juga melejit paling tinggi selama pandemi. Sebelum masa pandemi yakni pada Januari dan Februari 2020, kinerja saham syariah yang terlihat dari indeks ISSI, JII70 dan JII dalam kondisi kontraksi. 

Namun di masa pandemi yang diukur pada bulan Maret 2021, ketiga indeks tersebut menunjukan kinerja lompatan paling tinggi, bahkan mengungguli IHSG dan LQ45. Seperti ISSI yang tumbuh 13,9 persen, JII70 sebesar 12,3 persen, JII sebesar 7,8 persen. Dibanding IHSG yang sebesar 11,6 persen, LQ45 sebesar 5,1 persen, dan IDX30 yakni 2,4 persen.

Irwan mengatakan investor syariah juga menunjukan pertumbuhan aktivitas transaksi yang lebih tinggi di masa pandemi. Ini dilihat baik dari sisi pertumbuhan nilai transaksi investor syariah maupun pertumbuhan investor syariah aktif.

Tercatat pertumbuhan investor syariah aktif di Februari 2020 sebesar 8.652 investor dan pada Februari 2021 jumlahnya naik dua kali lipat jadi 17.117. Begitu pula nilai transaksinya yang naik drastis dari Rp 470 miliar pada Februari 2020 menjadi Rp 2,5 triliun pada Februari 2021.

Jumlah investor saham syariah telah tumbuh 647 persen sejak 2016 dan kini mencapai sebesar 91.703 investor yang merupakan pengguna Sharia Online Trading System (SOTS). Rata-rata pertumbuhan per tahunnya mencapai 65 persen.

Meski demikian, jumlah tersebut baru sekitar 4,5 persen dari total investor yang ada di pasar modal. Direktur Pengembangan BEI, Hasan Fawzi berharap setidaknya porsi investor syariah bisa mencapai 10 persen dengan target perkembangan sekitar 30 persen per tahunnya.

"Karena banyak juga yang sebenarnya punya preferensi syariah tapi tercatatnya tidak sebagai investor syariah," katanya.

Artinya mereka memilih saham-saham syariah dalam bertransaksi tapi menggunakan sistem yang reguler. Fawzi meyakini jumlahnya cukup besar sehingga perlu difasilitasi oleh pelaku bursa, seperti Sekuritas dan lembaga pendukung lainnya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement