REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menghentikan dan menutup 390 kegiatan investasi ilegal dan 1.200 financial technology (fintech) bodong sepanjang 2020. Hal ini mengingat masih terus bermunculan praktik investasi ilegal dan banyaknya masyarakat yang terjaring.
Anggota Dewan Komisioner Bidang Perlindungan Konsumen OJK Tirta Segara mengatakan Satgas Waspada Investasi (WI) hal tersebut tak serta-merta menghentikan kegiatan investasi ilegal dan fintech bodong di Indonesia.
"Satgas waspada investasi telah menghentikan dan menutup 390 kegiatan investasi ilegal, berarti lebih dari satu setiap harinya. Kemudian menghentikan 1.200 fintech ilegal, artinya dalam satu hari ada tiga sampai empat yang sudah ditutup,” ujarnya dalam keterangan resmi, Selasa (14/4).
Tirta menyebut hal serupa juga terjadi pada fintech bodong. Adapun jumlahnya semakin hari juga jauh lebih banyak ketimbang investasi ilegal.
“Jasa tersebut masih banyak digunakan masyarakat Indonesia. Padahal, fintech bodong banyak menjerat masyarakat,” ucapnya.
Bahkan, dia mengaku pernah menemui seseorang yang nekat meminjam uang dari 40 fintech dalam satu minggu. Menurut Tirta, tindakan itu sudah melebihi batas kemampuan orang tersebut untuk nanti membayarnya kembali.
"Bahkan kami menemukan beberapa kasus, seorang konsumen meminjam lebih dari 40 fintech dalam satu minggu, ini kurang bijak, dan ini di luar kemampuannya," ucapnya.
Menurutnya OJK telah melaksanakan 250 program edukasi keuangan sepanjang 2020 untuk menghindari masyarakat terjerat dalam investasi dan fintech ilegal. Selain juga, mengoptimalkan media sosial untuk mengeluarkan artikel dan video literasi.
Dari sisi penegakan hukum, OJK memperluas keanggotaan SWI menjadi 13 kementerian dan lembaga terkait. SWI juga aktif mengumumkan nama-nama investasi dan fintech ilegal melalui konferensi pers dan sosial media OJK.
OJK juga turut meminta Kominfo memblokir website dan aplikasi ilegal dan terus memperkuat penegakan hukum bagi pelaku investasi ilegal. Terdapat 148 fintech yang terdaftar OJK dan 42 diantaranya berizin serta hanya 10 fintech yang benar-benar beroperasi dengan baik.
Sementara Deputi Komisioner Edukasi dan Perlindungan Konsumen OJK Sardjito menjelaskan menjamurnya investasi dan fintech ilegal sampai sekarang disebabkan oleh lemahnya peraturan yang dimiliki lembaganya. Hal ini disebabkan tak ada ketentuan pidana bagi pihak yang menyelenggarakan jasa teknologi finansial dan investasi tak berizin itu.
"OJK sering dikritik karena katanya OJK tidak bisa berantas Investasi ilegal. Persoalannya kenapa? Dari sisi hukum. Kalau ada perbankan beroperasi tanpa izin ada deliknya ada rumusan pidananya. Kemudian ada manajer investasi tanpa izin. Tapi kalau fintech ilegal belum ada ketentuan pidananya," jelasnya.