REPUBLIKA.CO.ID, COPENHAGEN -- Denmark memutuskan untuk sepenuhnya berhenti memberikan vaksin Covid-19 dari Oxford-AstraZeneca kepada seluruh penduduknya, Rabu (14/4) waktu setempat. Hal ini terjadi di tengah kekhawatiran tentang kasus pembekuan darah.
Langkah tersebut diperkirakan akan menunda program vaksinasi dalam beberapa pekan. Pejabat Denmark mengatakan bahwa semua 2,4 juta dosis vaksin AstraZeneca akan ditarik sampai pemberitahuan lebih lanjut.
Dalam sebuah pernyataan, Otoritas Kesehatan Denmark mengatakan penelitian telah menunjukkan frekuensi pembekuan darah yang lebih tinggi dari yang diharapkan setelah dosis vaksin AstraZeneca. Direktur Jenderal Soren Brostrom mengakui, ini adalah keputusan yang sulit, tetapi Denmark memiliki vaksin lain yang tersedia. Epidemi juga dikatakan saat ini terkendali.
"Kelompok sasaran vaksinasi yang akan datang lebih kecil kemungkinannya untuk menjadi sakit parah akibat Covid-19," katanya seperti dikutip BBC, Rabu (14/4). "Kita harus mempertimbangkan hal ini dengan fakta bahwa kita sekarang memiliki risiko efek samping yang parah dari vaksinasi dengan AstraZeneca, bahkan jika risiko secara absolut memang kecil," ujarnya menambahkan.
Namun, otoritas mengatakan tidak bisa menutup kemungkinan menggunakannya lagi di lain waktu. Hampir satu juta orang di Denmark telah divaksinasi, dengan sekitar 150 ribu di antaranya menerima suntikan AstraZeneca.
Vaksin Pfizer/BioNTech dan Moderna juga digunakan di negara tersebut. Denmark adalah negara pertama yang menunda penggunaan vaksin AstraZeneca pada Maret. Hal itu diikuti oleh banyak negara Eropa lainnya.
Pada pekan lalu Badan Pengawas obat-obatan European Medicines Agency mengumumkan kemungkinan terkait dengan penggumpalan darah. Namun, pihaknya mengatakan, risiko kematian Covid-19 jauh lebih besar.
Baca juga : Maksimalkan Ramadhan dengan 4 Amalan Sesuai Tuntunan Nabi
Beberapa negara Eropa sebelumnya sempat menangguhkan suntikan pada dosis tersebut. Namun, sebagian besar kini telah melanjutkan vaksinasi dengan AstraZeneca, tetapi sering kali dengan batasan untuk kelompok usia yang lebih tua.
Pada Selasa, Amerika Serikat (AS), Kanada, dan Uni Eropa menghentikan sementara vaksin dari Jhonson & Jhonson karena alasan yang sama, yakni mengenai pembekuan darah. Afrika Selatan juga termasuk negara yang menghentikan penggunaannya, meski Jhonson & Jhonson menjadi vaksin pilihan karena keefektifannya terhadap varian Afrika Selatan.
Baik untuk AstraZeneca maupun Johnson & Johnson, efek samping bekuan darah sangat jarang terjadi. Peluncuran vaksin UE telah dikritik oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) karena terlalu lambat. Ada kekhawatiran penundaan terbaru ini dapat menyebabkan kekacauan lebih lanjut.
Kedua vaksin bekerja dengan metode serupa, yang dikenal sebagai vektor adenoviral. Dalam perkembangan terpisah, Komisi Eropa mengatakan Pfizer-BioNTech akan memberikan tambahan 50 juta dosis ke UE dalam beberapa pekan ke depan.
Presiden Komisi Ursula von de Leyen juga mengatakan bahwa UE sedang membahas kesepakatan baru dengan Pfizer-BioNTech untuk memberikan 1,8 miliar dosis pada 2022 dan 2023 yang semuanya akan diproduksi di dalam UE. Sejauh ini 27 juta orang di UE telah divaksinasi penuh.