REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 mengungkapkan bahwa vaksin Covid-19 Sinovac segera mengantongi daftar penggunaan darurat atau EUL (Emergency Use Listing) pada Mei 2021. Pernyataan satgas ini merespons kekhawatiran masyarakat yang muncul karena ternyata vaksin Sinovac belum mendapat EUL dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
"Berdasarkan status EUL vaksin Covid-19 yang digunakan di Indonesia, yang sudah dapatkan EUA per 14 April 2021 diketahui bahwa vaksin AstraZeneca telah proleh EUL sejak Februari 2021. Sedangkan vaksin Sinovac telah ikuti prosedur pengurusan EUL dan prediksi pemberian EUL pada akhir Mei 2021," ujar Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito dalam keterangan pers, Kamis (15/4).
Sebagai informasi, ada dua jenis izin yang perlu didapat oleh vaksin dalam implementasiknya kepada masyarakat, yakni EUA (Izin Penggunaan Darurat) dan EUL. Keduanya sama-sama izin penggunaan terbatas untuk vaksin dan obat untuk penyakit yang serius dan mematikan serta memiliki peluang menyebabkan kedaruratan kesehatan masyarakat
Perbedaan mendasar antara EUL dan UEA adalah badan atau ororitas yang menerbitkan serta beberapa fungsinya. EUL diterbitkan oleh WHO, sedangkan EUA diterbitkan oleh regulator di setiap negara. Di Indonesia, BPOM lah yang memiliki wewenang menerbitkan EUA.
Sementara dari sisi fungsi, EUL diberikan oleh WHO sebagai prasyarat distribusi vaksin dalam skema COVAX yakni subsidi untuk pengiriman vaksin ke negara-negara yang membutuhkan. EUL juga membantu sebuah negara untuk memutuskan EUA-nya sebelum diproduksi di dalam negeri atau impor. Sedangkan EUA spesifik hanya untuk izin edar terbatas di suatu negara.
"Pada prinsipnya, WHO memberikan otoritas penuh terhadap masing-masing otoritas regulator nasional, yakni BPOM untuk memberikan EUA nya yang umumnya juga mengacu pada standar global dengan syarat dapat ditetapkan berdasarkan data dari penilaian yang transparan," ujar Wiku.