Kamis 15 Apr 2021 17:58 WIB

Pedas Manis Harga Cabai Rawit

Kurangnya pengawasan bikin banyak pasar komoditas mematok harga melewati batas wajar.

Petani menyemprotkan obat untuk mencegah penyakit patek yang biasa menyerang cabai rawit di saat musim hujan, di ladang cabai, Desa Mekarwangi, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat, Senin (8/3). Saat ini harga cabai rawit dipasaran cukup tinggi Rp 130.000 per kilogram dari harga normal Rp 30.000 per kilogram.
Foto: Edi Yusuf/Republika
Petani menyemprotkan obat untuk mencegah penyakit patek yang biasa menyerang cabai rawit di saat musim hujan, di ladang cabai, Desa Mekarwangi, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat, Senin (8/3). Saat ini harga cabai rawit dipasaran cukup tinggi Rp 130.000 per kilogram dari harga normal Rp 30.000 per kilogram.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Ike Rahayu Sri, Fungsional Statistisi BPS Provinsi NTB

Cabai merupakan komoditas yang diminati dan banyak dikonsumsi masyarakat Indonesia karena cita rasanya yang tinggi. Permintaannya pun terus meningkat beberapa tahun belakangan ini, seiring tren kuliner yang populer berbahan baku cabai. Sebutlah ayam geprek yang sekarang ini menjadi hit dan menu primadona banyak kalangan dari anak kecil hingga dewasa. Sebab, menu kuliner berbahan baku ayam dan cabai ini, menyajikan berbagai varian rasa bumbu nusantara.

Selain itu, menyajikan tingkat kepedasan hingga mampu menampar lidah. Tanaman cabai yang dibudidayakan di Indonesia, pada umumnya cabai besar, cabai keriting, dan cabai rawit.

Komoditas hortikultura yang memiliki banyak kandungan gizi dan vitamin. Hampir bisa dipastikan olahan cabai, baik dalam bentuk basah maupun kering disajikan dalam menu makanan sehari-hari dan dikonsumsi rumah tangga minimal sepekan sekali.

Apalagi, rumah makan/warung/restoran membutuhkan bahan pangan tersebut untuk olahan masakan yang bercita rasa pedas. Akhir-akhir ini, kenaikan harganya menyita perhatian semua lapisan masyarakat, terutama ibu-ibu rumah tangga, pedagang warung makan, pejabat negara, hingga politisi.

Bagi ibu rumah tangga, kenaikan harga cabai membuat mereka mengurangi pembelian atau mengganti menu makanan sehari-hari tanpa berbumbu cabai. Sementara, rumah makan atau warung saat harga cabai melonjak tinggi menyiasatinya, dengan mengurangi porsi sambal yang disediakan bagi pelanggan atau pengunjung.

Cabai sebagai kelompok volatile food sangat rentan terhadap guncangan, baik ekonomi maupun nonekonomi, yang acapkali harganya pun tidak stabil sebab memiliki tingkat permintaan yang tinggi. Sehingga cabai merupakan komoditas strategis dan salah satu komponen yang cukup berperan dalam pembentukan inflasi.

Dari ketiga jenis cabai yang terasa menyengat terjadi pada cabai rawit, yang harganya menggila hingga mencapai dua kali lipat sejak akhir tahun lalu, dan terus berfluktuasi menjelang bulan Ramadhan. Gejolak harga cabai rawit yang dikeluhkan masyarakat sejalan dengan data inflasi Desember 2020, yang dirilis Badan Pusat Statistik tercatat sebesar 0,45 persen. Inflasi Desember dipengaruhi naiknya beberapa harga komoditas.

Salah satunya, cabai rawit yang menyumbang sebesar 0,38 persen. Pada Januari 2021, meskipun kenaikan inflasi lebih rendah dibandingkan bulan sebelumnya yang hanya 0,26 persen, kenaikan tersebut masih dipicu oleh kenaikan cabai rawit. Demikian juga, pada inflasi Februari dan Maret, masing-masing sebesar 0,10 persen dan 0,08 persen, juga masih dipengaruhi cabai rawit yang menjadi keluhan masyarakat karena harganya masih melambung tinggi.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement