REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Para peneliti di Universitas Oxford mengumumkan akan meluncurkan uji coba yang disebut sebagai human challenge trial atau uji tantangan manusia. Hal ini untuk memahami apa yang terjadi saat seseorang terinfeksi virus corona jenis baru (COVID-19) untuk kedua kalinya.
Dilansir CNBC, Senin (19/4), para peneliti akan memeriksa jenis tanggapan kekebalan yang dapat mencegah orang-orang terinfeksi COVID-19 kembali. Mereka menyelidiki bagaimana sistem kekebalan terhadap virus untuk kedua kalinya.
Saat ini, sedikit yang diketahui tentang apa yang terjadi pada orang yang sudah tertular virus corona jenis baru dan kemudian terinfeksi kedua kalinya. Uji coba akan berlangsung dalam dua tahap, dengan peserta yang berbeda di setiap tahap.
Fase pertama dijadwalkan berlangsung pada bulan ini dan fase kedua dimulai musim panas taus ekitar Juni mendatang. Dalam penelitian medis, uji tantangan manusia adalah studi terkontrol yang melibatkan peserta secara sengaja dengan patogen atau serangga untuk mempelajari efeknya.
“Studi tantangan memberitahu hal-hal yang tidak dapat dilakukan oleh studi lain karena tidak seperti infeksi alami, ini dikontrol dengan ketat,” ujar Helen McShane. kepala penelitian studi dan profesor vaksinologi di Departemen Pediatri, Universitas Oxford.
Menurut McShane, saat menginfeksi kembali peserta, tim peneliti akan mengetahui lebih jelas bagaimana sistem kekebalan bereaksi terhadap infeksi pertama dan tepatnya kapan infeksi keda terjadi. Selain itu juga termasuk mengenai berapa banyak virus yang mereka dapatkan.
Penelitian diharapkan dapat membantu meningkatkan pemahaman dasar para ilmuwan tentang virus corona jenis baru. Selain itu, ini juga mungkin membantu merancang tes yang dapat diandalkan untuk memprediksi apakah manusia dalam kondisi terlindungi.
Dalam fase satu, hingga 64 relawan berusia antara 18 hingga 30 tahun yang sebelumnya telah terinfeksi secara alami akan kembali terpapar virus dalam kondisi terkontrol. Peneliti akan mengawasi perawatan para partisipan saat mereka menjalani CT scan paru-paru dan MRI scan jantung sambil melakukan isolasi yang dirancang khusus selama minimal 17 hari.
Semua peserta harus dalam kendisi bugar dan benar-benar pulih dari infeksi pertama untuk meminimalkan risiko. Peserta uji coba hanya akan keluar dari unit karantina jika sudah tidak terinfeksi lagi dan berisiko menularkan penyakit.