REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) akan mengawal tradisi mengirim parsel, paket, atau hampers Lebaran. Hal ini untuk memastikan barang yang diterima masih layak bagi para konsumen.
"Kami akan awasi kalau ada parsel yang kedaluwarsa, parsel tidak layak, itu jangan sampai terjadi," kata Wakil Ketua BPKN Muhammad Mufti Mubarok dalam diskusi daring bertajuk 'Untung Rugi Mudik di Tengah Pandemi', Selasa (20/4).
Mufti mengatakan pengawasan terhadap isi parsel Lebaran dilakukan terhadap parameter yang dilarang dilakukan oleh pelaku usaha untuk memenuhi hak konsumen. Pelaku usaha dilarang memberikan informasi yang tidak benar, tidak lengkap, dan tidak jujur terkait barang yang diperdagangkan.
Pelaku usaha juga dilarang untuk mengelabui dan menyesatkan konsumen. Pelaku usaha dilarang untuk memproduksi iklan yang mengelabui konsumen, mengelabui jaminan dan memuat informasi keliru.
Selain itu, pelaku usaha juga dilarang mencantumkan ketentuan yang memberatkan konsumen. "Iklan masyarakat soal Idul Fitri juga jangan berlebihan. Jadi keinginan (mudik) bisa kita cegah juga," katanya mendukung kebijakan pemerintah soal larangan mudik.
Mufti mengungkapkan tradisi mudik Lebaran memang sangat berpengaruh pada peningkatan konsumsi masyarakat serta menggerakkan banyak sektor. Misalnya saja, sektor transportasi, fesyen, pariwisata, pembelian makanan dan minuman hingga layanan jasa keuangan.
Meski dampaknya positif bagi perputaran ekonomi dan pergerakan barang, kebijakan larangan mudik dinilai tidak akan mengurangi nuansa berlebaran. Mufti mencatat sejumlah perubahan pola konsumsi saat larangan mudik di antaranya, pembelian produk fesyen secara daring, silaturahmi virtual, pemberian angpao Lebaran secara transfer atau cashless hingga wisata atau liburan yang akan banyak dilakukan di dalam kota.