Tokoh oposisi Rusia, Alexei Navalny, yang kondisinya kian buruk di penjara akibat melancarkan aksi mogok makan, akhirnya dipindahkan ke sebuah fasilitas rumah sakit penjara.
Pemindahan ini menyusul peringatan dari Uni Eropa yang meminta pertanggungjawaban Moskow atas kondisi kesehatan Navalny. Peringatan juga datang dari Amerika Serikat yang pada Minggu (18/04) bahwa Rusia akan menghadapi "konsekuensi" jika Navalny sampai meninggal di penjara.
Pihak penjara Rusia pada hari Senin (19/04) mengatakan bahwa para dokter telah memutuskan untuk memindahkannya ke fasilitas medis di penjara lain di luar Moskow.
Tokoh opisisi berusia 44 tahun ini dipindahkan pada hari Minggu dari koloni penjara di timur Moskow ke rumah sakit penjara di Vladimir, kota yang jaraknya sekitar 180 kilometer di timur ibu kota, ujar pengacara Alexei Liptser setelah mengunjungi politisi itu pada Senin sore.
"Kemarin dia benar-benar tidak sehat. ... Mengingat hasil tes dan kondisi kesehatannya secara keseluruhan, diputuskan untuk memindahkannya ke sini. Pada malam hari, kondisinya menjadi jauh lebih buruk,'' kata Liptser.
Ia bertemu dengan Navalny pada hari Senin, dan politisi oposisi itu kembali melanjutkan mogok makan. "Secara umum penampilannya menunjukkan dia benar-benar tidak sehat," tambah pengacara itu.
Namun pihak penjara menegaskan bahwa opisisi Presiden Rusia Vladimir Putin yang rutin menyuarakan kampanye antikorupsi itu berada dalam kondisi "memuaskan", dan mengatakan Navalny mau mengonsumsi suplemen vitamin sebagai bagian dari perawatan medis.
Navalny melancarkan mogok makan tiga minggu lalu dan dokter pribadinya memperingatkan pada akhir pekan bahwa ia bisa mati "kapan saja".
Perburuk ketegangan Uni Eropa dan Rusia
Kekhawatiran atas nasib Navalny semakin memperburuk hubungan antara Moskow dan negara-negara Barat, yang sudah tegang karena penumpukan pasukan Rusia di sepanjang perbatasan dengan Ukraina dan perselisihan diplomatik dengan negara anggota Uni Eropa, Republik Ceko.
Berbicara dalam pertemuan virtual dengan 27 menteri luar negeri negara-negara Uni Eropa pada hari Senin, Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa Josep Borrell mengatakan blok tersebut meminta otoritas Rusia untuk bertanggung jawab atas kesehatan Navalny.
Jerman mengatakan Uni Eropa akan dengan cermat mengawasi Rusia guna memastikan Navalny menerima perawatan yang diperlukan, sedangkan Inggris mendesak agar Navalny segera dibebaskan.
Namun Kremlin tidak menanggapi protes dari para pemimpin negara asing atas kondisi pria yang tahun lalu hampir meninggal setelah diracun agen saraf Novichok.
"Kesehatan narapidana di Federasi Rusia tidak bisa dan tidak seharusnya menjadi topik keprihatinan mereka," kata juru bicara Putin Dmitry Peskov.
Navalny ditangkap di Rusia pada Januari setelah kembali dari perawatan di Jerman karena keracunan pada Agustus: Ia menuduh Moskow telah meracunnya, namun tuduhan ini dibantah oleh pemerintahan Putin.
Setelah dijatuhi hukuman penjara, Navalny memulai mogok makan pada 31 Maret dan menuntut perawatan medis untuk sakit punggung dan mati rasa pada tangan dan kakinya.
Para pendukung Navalny menyerukan demonstrasi besar-besaran pada hari Rabu (21/04) untuk menuntut pembebasannya. Tetapi polisi telah memperingatkan orang-orang untuk tidak berdemonstrasi.
Batasi platform media sosial
Sementara itu, regulator antimonopoli Rusia, pada Senin, mengatakan tengah menyelidiki platform media sosial YouTube karena membuat keputusan "bias" tentang moderasi komentar di platform yang sering digunakan oleh Navalny untuk menyerukan protesnya.
Juru bicara regulator, Kira Yarmysh, mengatakan di Twitter bahwa pihaknya diinformasikan oleh YouTube bahwa regulator media Rusia telah memerintahkan perusahaan itu untuk menghapus video yang menyerukan demonstrasi hari Rabu.
Langkah itu dilakukan ketika Rusia meningkatkan tekanan pada platform teknologi asing, dengan Moskow meningkatkan upayanya untuk mengendalikan internet diRusia.
Rusia sebelumnya juga telah perusahaan seperti Facebook dan Google, yang memiliki YouTube, karena dianggap gagal mematuhi undang-undangnya. Awal bulan ini Rusia juga mendenda Twitter dan TikTok karena gagal menghapus seruan agar orang-orang bergabung dengan protes oposisi. Rusia juga melarang sejumlah situs web yang menolak untuk bekerja sama dengan pihak berwenang, seperti LinkedIn.
ae/hp (AFP, AP)