REPUBLIKA.CO.ID, TOKYO -- Sejumlah warga asing yang menetap di Jepang dilaporkan tengah mempertimbangkan untuk pergi ke negara lain agar bisa mendapatkan vaksinasi pencegah infeksi virus corona jenis baru (Covid-19) lebih cepat. Pertimbangan itu datang di tengah tetap melonjaknya kasus Covid-19 di Jepang dan seluruh dunia, namun Pemerintah Jepang dinilai bergerak cukup lambat untuk memberikan vaksinasi terhadap warga sipil.
Sebelumnya, Perdana Menteri Yoshihide Suga bernegosiasi dengan CEO Pfizer Inc untuk mendapatkan lebih banyak dosis vaksin, yang diharapkan cukup untuk seluruh penduduk di negara itu pada September mendatang.
Target waktu vaksinasi tersebut dinilai cukup lambat, mengingat Jepang berencana menggelar Olimpiade Tokyo pada Juli mendatang. Negeri Matahari Terbit juga disebut jauh tertinggal di belakang sebagian besar negara ekonomi besar dalam hal vaksinasi Covid-19.
Tidak jelas berapa banyak warga asing yang telah terbang ke luar Jepang untuk mendapatkan vaksinasi Covid-19. Namun, hal ini menjadi topik hangat di media sosial dan lingkaran bisnis di negara Asia Timur itu, memicu kritik masyarakat secara luas.
"Saya dapat mengonfirmasi telah mendengar tentang para eksekutif yang pergi ke negara asalnya untuk mendapatkan vaksin," ujar Michael Mroczek, presiden Dewan Bisnis Eropa di Jepang pada Rabu (21/4).
Namun, Mroczek mengatakan jumlah warga asing yang memutuskan untuk pergi ke luar Jepang untuk mendapat vaksinasi Covid-19 terbatas. Hal itu di antaranya karena kebutuhan untuk karantina saat melakukan perjalanan kembali ke Negeri Sakura.
Marc Wesseling adalah salah satu warga asing yang sudah lama tidak sabar menunggu. Salah satu pendiri biro iklan di Ibu Kota Tokyo itu pada bulan ini terbang ke Singapura, tempat perusahaannya memiliki kantor dan di sana ia berharap bisa mendapat vaksinasi lebih cepat, sehingga dapat mengunjungi orang tuanya dengan aman di Belanda.
“Saya mencintai Jepang dan berharap yang terbaik. Tapi negara ini bukan yang tercepat dan saya pikir banyak orang frustasi, terlebih akan ada olimpiade di sini,” elas Wesseling.
Selain itu, ada Lauren Jubelt, warga asal Amerika Serikat (AS) yang berpikir untuk kembali ke Florida untuk mendapatkan vaksin Covid-19. Tetapi pada akhirnya ia memutuskan bahwa rencana itu tidak sepadan dengan risiko harus terjebak di luar negeri jika Jepang menutup perbatasannya.
"Saya frustrasi saat melihat keluarga saya di AS mendapatkan vaksin. Kami bahkan belum memiliki tanggal pasti kapan kami bisa mendapatkannya di sini dan kasus Covid-19 meningkat lagi,” kata Jubelt, yang bekerja di pemasaran digital di Osaka.
Sejauh ini, Jepang tercatat telah melakukan vaksinasi Covid-19 hanya satu persen dari populasi. Sementara, di negara tetangga, Korea Selatan (Korsel) mencapai 2,9 persen dan di negara Barat seperti AS dan Inggris, tingkat vaksinasi telah mencapai 40 persen.
Jepang melarang turis memasuki negara itu dan tidak mudah bagi penduduk untuk mendapatkan vaksinasi di luar negeri untuk kemudian kembali. Pemberian dua dosis vaksin Covid-19 akan memakan waktu setidaknya beberapa minggu, seringkali lebih lama, dan Jepang menjalankan karantina dua minggu untuk orang-orang yang datang ke negara itu, bahkan jika mereka telah divaksinasi.
"Jika Anda ingin kembali ke negara asal Anda untuk inokulasi, tidak masalah bagi kami. Beberapa negara memiliki tingkat Covid-19 yang lebih tinggi, jadi Anda dapat mempertimbangkan mana yang lebih aman untuk kesehatan Anda,” jelas kepala vaksin Jepang Taro Kono.
Sementara itu, Maladewa menjadi salah satu negara yang menyatakan kesiapan untuk memberi vaksin Covid-19 bagi para pelancong yang datang. Ini menjadi bagian dari kampanye 'kunjungan, vaksinasi, dan liburan' yang bertujuan membangkitkan kembali sektor pariwisata di salah satu wilayah Samudra Hindia itu.