REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Karopenmas Divhumas Polri Brigjen Polisi Rusdi Hartono mengatakan, saat ini, kepolisian masih mencari dan memastikan keberadan Youtuber Jozeph Paul Zhang (JPZ) yang melakukan penistaan agama di media sosial. Pihaknya mengimbau, agar masyarakat bersabar dan menunggu perkembangan informasi selanjutnya.
"Kasus JPZ masih berjalan. Saat ini terus dilakukan kerja keras Polri bersama instansi terkait lainnya untuk dapat memastikan keberadaan JPZ tersebut. Masih berproses. Perkembangannya pasti nanti masyarakat akan diberi tahu," katanya saat dikonfirmasi, Rabu (21/4).
Sebelumnya diketahui, Joseph melakukan diskusi online melalui zoom yang diklaimnya diikuti oleh beberapa orang dari berbagai negara. Kemudian, dia mengunggahnya ke akun channel Youtube miliknya, Joseph Paul Zhang dengan tema "Puasa Lalim Islam".
Dalam video tersebut, yang bersangkutan menyebut "Allah dikurung di ka'bah". "Yang bisa laporin gua penistaan agama, nih gua nih nabi ke-26, Josep fauzan, meluruskan kesesatan ajaran nabi ke-25 dan kecabulannya yang maha cabullah. Kalo anda bisa laporan atas penistaan agama, Gua kasih loh satu laporan Rp1 juta, maksimum 5 laporan supaya jangan bilang gua ngibul kan," kata Joseph dalam video yang viral di media sosial itu.
Jozeph juga sempat mengklaim sudah melepaskan status kewarganegaraan Indonesia. Sehingga, menurutnya aparat penegak hukum di Indonesia tidak bisa memproses hukum terhadap dirinya. Pernyataan tersebut disampaikan Jozeph saat menggelar pertemuan bersama komunitasnya melalui aplikasi Zoom dan diunggah melalui akun YouTube miliknya, Senin (19/4).
"Ini supaya temen-temen jangan membahas, gini, saudara, saya ini sudah melepaskan kewarganegaraan Indonesia. Jadi saya ini ditentukan oleh hukum Eropa,” ujar Jozeph.
Kementerian Komunikasi dan Informatika menilai ujaran kebencian dan penistaan agama yang dilakukan Jozeph Paul Zhang di media sosial tidak bisa ditoleransi. "Ujaran kebencian atau penistaan agama yang dilakukan oleh Paul Zhang tidak dapat ditoleransi dan tidak dapat diterima, khususnya oleh Kominfo. Kominfo selalu berpendapat dan memiliki ketegasan untuk menilai bahwa hal ini merusak persatuan bangsa dengan membawa isu SARA di ruang digital seperti halnya di ruang fisik," kata juru bicara Kementerian Kominfo, Dedy Permadi, dalam jumpa pers virtual, Selasa.