India saat ini tengah menghadapi lonjakan infeksi virus corona terburuk di dunia, dan menyumbang sekitar satu dari tiga kasus baru infeksi COVID-19 yang dikonfirmasi di seluruh dunia selama beberapa hari terakhir.
Kementerian Kesehatan India melaporkan hari Selasa (20/04), ada sekitar 259.170 infeksi baru dalam sehari, lebih banyak dari negara mana pun di dunia. Jumlah infeksi harian di atas 200.000 telah dilaporkan terjadi selama enam hari berturut-turut. New Delhi juga melaporkan sekitar 1.761 kematian terkait COVID-19 selama 24 jam terakhir, yang sejauh ini merupakan jumlah kematian harian tertinggi.
Sebagian besar wilayah di negara itu kini berada di tengah lockdown. Sementara itu rumah sakit di banyak negara bagian melaporkan kekurangan tempat tidur, oksigen, dan obat-obatan.
“Mengingat jumlah infeksi yang terus meningkat, kami harus meningkatkan pula kapasitas tempat tidur dan suplai oksigen. Gelombang infeksi ini buruk dan ini adalah situasi yang sangat serius,” kata B L Sherwal, direktur medis Rumah Sakit Super Speciality Rajiv Gandhi di ibukota New Delhi, kepada DW.
Bukan hanya itu, banyak warga yang kemudian beralih ke Twitter, menyerukan panggilan putus asa bagi siapapun, agar dibantu membawa anggota keluarga mereka yang terinfeksi Covid-19 ke rumah sakit.
Kelangkaan tempat tidur dan oksigen
Ibu kota India, Delhi, yang juga mengalami lonjakan kasus, telah memulai lockdown selama enam hari pada Senin (19/04) guna memperlambat penularan virus SARS-CoV-2 dan mengurangi tekanan pada layanan kesehatan.
Kepala Menteri Delhi, Arvind Kejriwal, mengakui bahwa pemerintahannya mengalami kesulitan dalam menyediakan fasilitas tempat tidur dan oksigen bagi mereka yang membutuhkan.
“Jika 25.000 pasien datang setiap hari, maka sistem akan ambruk. Ada kekurangan tempat tidur di RS, dan oksigen telah menjadi barang langka di Delhi,” kata Kejriwal saat mengumumkan lockdown yang akan berlangsung hingga 26 April itu.
Kejriwal mengaku telah meminta pihak berwenang untuk memastikan agar pasokan oksigen sebanyak 700 metrik ton ke rumah sakit dan pusat perawatan setiap harinya tidak terganggu.
Departemen kesehatan negara bagian itu kini telah menunjuk petugas khusus untuk memantau keseluruhan proses pengadaan dan memastikan bahwa oksigen benar-benar sampai ke berbagai rumah sakit dan panti jompo.
“Ini adalah mimpi buruk dystopian. Kami melakukan yang terbaik untuk memberikan perawatan, tetapi kali ini kami sudah mencapai batas maksimal. Pasien terpaksa menerima oksigen dengan duduk di tempat terbuka tanpa adanya tempat tidur,” kata seorang dokter di rumah sakit pemerintah kepada DW.
Amit Malik, seorang dokter di Rumah Sakit Moolchand Delhi, memiliki pandangan serupa.
“Ini adalah situasi serius. Positivity rate di Delhi juga terus naik, tes COVID yang dilakukan membuahkan 30% hasil positif. Selama akhir pekan, angkanya sekitar 24%,” kata Malik kepada DW.
Fasilitas kesehatan dan nakes dalam tekanan
Sektor perawatan kesehatan India dinilai tidak dilengkapi dengan baik untuk menghadapi krisis semacam ini, demikian menurut Fitch Solutions, sebuah badan riset data. Pasalnya, India hanya memiliki rata-rata delapan tempat tidur di RS dan delapan dokter per 10.000 orang.
“Inefisiensi yang signifikan, disfungsi dan kekurangan akut sistem pemberian perawatan kesehatan di sektor publik tidak cukup memenuhi kebutuhan populasi yang terus meningkat,” kata badan tersebut.
Mereka juga menunjukkan bahwa infrastruktur kesehatan di negara bagian seperti Maharashtra, Delhi, Tamil Nadu, Punjab dan Karntaka telah kewalahan oleh krisis kesehatan.
Tidak hanya itu, peningkatan eksponensial dalam kasus infeksi juga berarti bahwa perusahaan diagnostik yang melakukan tes virus corona sudah hampir mencapai titik puncak kapasitasnya di banyak kota.
Kelangkaan alat uji dan beban kerja yang besar baik di laboratorium swasta maupun pemerintah telah membuat infrastruktur dan personelnya berada di bawah tekanan berat.
“Hal ini telah mempengaruhi angka penerimaan pasien di rumah sakit juga perawatan tepat waktu yang berkontribusi pada peningkatan kumulatif angka kematian,” kata M C Mishra, mantan pengawas medis dari Institut Ilmu Kedokteran India, kepada DW.
India perluas cakupan vaksinasi
Menurut ahli dan pejabat kesehatan, pergulatan India dengan krisis kesehatan baru ini terjadi akibat turunnya kewaspadaan pada bulan Februari lalu. Saat itu, infeksi virus corona di negara terpadat kedua di dunia itu turun ke titik terendah.
Namun kini, negara dengan jumlah populasi lebih dari 1,3 miliar orang itu telah mencatat sekitar 15,32 juta kasus infeksi Covid-19, kedua tertinggi di dunia setelah Amerika Serikat (AS).
Sementara itu, India secara resmi telah melaporkan sebanyak 180.530 kematian akibat COVID-19. Namun para ahli kesehatan memperingatkan, jumlah kematian resmi itu tidak mencerminkan kenyataan yang sebenarnya.
Beberapa kota besar melaporkan, jumlah kremasi dan penguburan dengan protokol COVID-19 jauh lebih banyak dibandingkan jumlah kematian resmi yang tercatat, demikian dilaporkan kantor berita Reuters mengutip pekerja krematorium dan pemakaman serta peninjauan terhadap data pemerintah.
Untuk mengendalikan pandemi, pemerintah federal memutuskan untuk memperluas cakupan vaksinasi. Pemerintah mengumumkan, vaksinasi akan tersedia untuk semua warga negara berusia di atas 18 tahun mulai 1 Mei mendatang.
“India memvaksinasi orang dengan kecepatan rekor dunia dan kami akan melanjutkan ini dengan momentum yang lebih besar,” kata Perdana Menteri India Narendra Modi pada Senin (19/04).
gtp/as