REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Asosiasi Pendamping untuk Tahanan Politik (AAPP) mencatat total 769 orang tewas oleh junta militer Myanmar sejak kudeta 1 Februari 2021.
Dalam laporannya pada Selasa malam, kelompok masyarakat sipil tersebut mencatat tambahan tiga orang yang tewas yang berasal dari Kota Launglon, Wilayah Tanintharyi dan Kota Htilin, Wilayah Magway.
AAPP juga melaporkan terdapat 3.677 orang yang saat ini ditahan, di mana 83 orang di antaranya telah dijatuhi hukuman.
Kelompok sipil tersebut melaporkan warga di seluruh Myanmar terus memprotes junta militer di Mandalay, Yangon, dan kota-kota lain, termasuk para pelajar yang memulai kampanye mogok sekolah.
Selain itu, lanjut AAPP, junta militer juga menggerebek rumah para pemimpin protes, menghancurkan sepeda motor mereka dan menjarah 500.000 kyat (USD 325) dari salah satu rumah pemimpin protes di desa Aung Pan, Kota Yezakyo, Wilayah Magway serta mengancam seluruh penduduk desa.
“ASEAN perlu memberikan tekanan yang lebih kuat pada Myanmar … Respons yang yang lambat akan mengakibatkan lebih banyak korban dan penderitaan bagi warga sipil,” ucap AAPP.
Sementara itu, kelompok perlawanan sipil di ibu kota Negara Bagian Chin, Hakha, mengatakan telah membunuh delapan tentara junta militer.
Seperti dilansir media lokal Myanmar Now pada Selasa, Pasukan Pertahanan Chinland (CDF), sebuah kelompok yang dibentuk setelah kudeta untuk melawan atas nama warga sipil yang diserang oleh militer, mengatakan pihaknya menewaskan empat tentara pada Minggu malam dan empat lainnya pada Senin malam.
Kelompok tersebut dibentuk pada awal April dengan etnis Chin dari sembilan kota di Negara Bagian Chin serta dari daerah di luar negara bagian.
Mereka melancarkan serangan pada Minggu setelah mengeluarkan pernyataan yang memperingatkan militer untuk membebaskan 60 penduduk setempat yang telah ditahan dan militer tidak memenuhinya.
“Mereka mengancam nyawa orang-orang yang bergabung dengan Civil Disobdiece Movement. Mereka menginterogasi warga sipil dan memukuli nya,” kata seorang juru bicara CDF di Hakha kepada Myanmar Now.