Jumat 07 May 2021 09:53 WIB

Sepeda dan Muhammadiyah dalam Lintasan Sejarah

Anak muda Muhammadiyah sudah mulai mengenal sepeda sejak era 1920-an.

Red: Ani Nursalikah
Sepeda dan Muhammadiyah dalam Lintasan Sejarah
Foto:

Selain mereka, pengendara sepeda lainnya di masa itu adalah para priyayi, keluarga bangsawan serta misionaris. Karena harganya yang sangat mahal, memakai sepeda belumlah lazim. Tidak semua orang mampu membelinya.

Tapi, perekonomian Hindia Belanda lumayan membaik pada masa interbellum (periode antar-Perang Dunia I dan II, jadi sekitar 1918-1939). Penjualan sepeda lebih laris dari masa sebelumnya. Produsen sepeda asal Eropa menjual sepeda mereka di kota-kota besar di Jawa, Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi. Era 1930-an dipandang oleh para pengamat sebagai era emas sepeda di Indonesia.

Di tengah masa interbellum itu pula kita bisa melihat kehadiran sepeda di dalam sejarah perkembangan Muhammadiyah. Berdasarkan catatan tertulis yang tersedia, sepeda mulai mewarnai Muhammadiyah sejak tahun 1924.

Pada 28 Maret-1 April 1924 di Yogyakarta diadakan Kongres Muhammadiyah ke-13. Kongres ini diramaikan oleh utusan dari berbagai kota besar dan kecil di Jawa, memperlihatkan jangkauan Muhammadiyah yang sudah cukup jauh di dekade-dekade awalnya.

Kegiatan utama kongres adalah vergadering atau rapat umum. Tapi ada juga aktivitas hiburan, yang dipusatkan di alun-alun pada hari Minggu, 30 Maret 1924. Salah satu kegiatan yang menarik minat banyak penonton adalah unjuk kebolehan anak-anak Hizbul Wathan Solo dan Yogyakarta serta Padvinder Mangkunegaran dalam “Main Fit”.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement