Ahad 09 May 2021 17:19 WIB

Jurnal Maarif Institute Bahas Pendidikan di Masa Covid-19

Jangan sampai nasib pendidikan generasi bangsa diabaikan di masa pandemi Covid-19.

Maarif  Institute bekerja sama dengan Fakultas Kejuruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Uhamka  Jakarta, menyelenggarakan diskusi dan peluncuran Jurnal Maarif edisi ke-36 No 2 Desember 2020 dengan tema Pendidikan Masa Pandemi Covid 19: Strategi, Adaptasi dan Transformasi, Sabtu (8/5).
Foto: Dok Maarif Institute
Maarif Institute bekerja sama dengan Fakultas Kejuruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Uhamka Jakarta, menyelenggarakan diskusi dan peluncuran Jurnal Maarif edisi ke-36 No 2 Desember 2020 dengan tema Pendidikan Masa Pandemi Covid 19: Strategi, Adaptasi dan Transformasi, Sabtu (8/5).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Maarif  Institute bekerja sama dengan Fakultas Kejuruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Uhamka  Jakarta, menyelenggarakan diskusi dan peluncuran Jurnal Maarif edisi ke-36 No 2 Desember 2020 dengan tema “Pendidikan Masa Pandemi Covid 19: Strategi, Adaptasi dan Transformasi”.

Webinar ini dilaksanakan pada Sabtu (8/5) dengan menghadirkan sejumlah narasumber, di antaranya Prof Dr Sukron Kamil (kontributor Jurnal Maarif, Guru Besar UIN Jakarta), Dr Desvian Bandarsyah (dekan FKIP Uhamka), dan Dr  Sri Astuti (Wakil Dekan I Bidang Akademik). Bertindak sebagai keynote speaker, Dr  Zamah Sari (wakil Rektor II Uhamka). Acara ini dimoderatori oleh Sulaeman (dosen Uhamka, mahasiswa S-3 Ilmu Sejarah UI).

Dalam pemaparannya, Dr  Zamah Sari menyambut baik ajakan Maarif  Institute untuk bekerja sama dengan Magister Studi Islam, FAI Universitas Muhammadiyah Jakarta, dalam menyelenggarakan acara peluncuran Jurnal Maarif ini. “Kerja sama ini diharapkan mampu memperkuat etos keilmuan di lingkungan civitas akademika, serta membuka ruang ruang bagi dialektika pemikiran-pemikiran kritis tentang Islam dan berbagai persoalan sosial kemanusiaan—termasuk hari ini yang membahas isu paling krusial tentang pendidikan di masa pandemi Covid 19,” ujarnya dalam rilis yang diterima Republika.co.id.

Abd  Rohim Ghazali, direktur eksekutif Maarif Institute  mengatakan bahwa di tengah situasi pandemi Covid-19 ini, tidak ada yang menyangka sebelumnya wajah pendidikan akan berubah drastis akibat pandemi Covid-19.  Konsep sekolah di rumah (home-schooling) tidak pernah menjadi arus utama dalam wacana pendidikan nasional.

“Kebijakan physical distancing untuk memutus penyebaran wabah, memaksa perubahan dari pendidikan formal di bangku sekolah menjadi belajar dari rumah, dengan sistem online, dalam skala nasional. Dalam kondisi seperti ini, guru dituntut mencari metode dan media yang cocok untuk sistem pembelajaran jarak jauh, serta berupaya agar keterserapan kurikulum yang telah disusun terpenuhi dengan maksimal,” paparnya. 

Sementara Prof  Sukron Kamil  menyoroti tentang Covid-19 dan matinya metode pengajaran tradisional. Sukron menguraikan sisi positif bagi dunia pendidikan/pengajaran di era Covid-19 ini, yang menurutnya, telah memproklamirkan kematian metode pengajaran tradisional, paling tidak, metode mengajar dengan dosen/guru sebagai pusat dan metode mengajar berbasis hafalan. “Metode ini tak sejalan dengan teori pengajaran/pendidikan modern/kontemporer,” tuturnya.

Ia menambahkan, adapun sisi negatif Covid dilihat dari sudut pandang pendidikan adalah persiapan dan pelaksanaan pengajaran yang lebih banyak menyita waktu, karena penyerahan tugas kadang tidak sama. Bahkan, dalam pelaporan mengajar yang saat off line hanya dalam hitungan menit, kini bisa jauh lebih lama dan melelahkan.

Dalam Islam, menurutnya, ditekankan bahwa ilmu pengetahuan salah satu karakternya berisi prinsip-prinsip pengetahuan, minimal kategorisasinya. “Karenanya, mengajar yang baik adalah mengajarkan mengenai kaidah/hukum, minimal kategorisasi-kategorisasi ilmu dengan menekankan pendekatan rasional, misalnya dalam mengajar ilmu kalam (teologi Islam/Islamic philosophy), filsafat Islam (philosophy of Islam), juga filsafat etika (ilmu akhlak) dan tasuf terutama tasawuf falsafi,” kata Prof Sukron.

Hal yang sama dikatakan oleh Desvian Bandarsyah dan Sri Astuti bahwa konsep pembelajaran secara daring ini masih dipandang baru oleh para guru dan siswa.  Karena,  selama ini guru lebih cenderung mengajar dengan bertatap muka, baik di kelas maupun di luar ruang kelas. “Yang perlu diperhatikan adalah bahwa sangat tidak mungkin institusi pendidikan bisa menciptakan karakter siswanya jika pembelajaran tidak dengan bertatap muka. Bagaimanapun, peran guru dan dosen sesungguhnya tidak bisa digantikan dangan teknologi,”  papar Desvian. 

Sri Astuti, berpesan jangan sampai nasib pendidikan generasi bangsa diabaikan di masa pandemi Covid-19 ini, karena pendidikan sama pentingnya juga dengan kesehatan dan ekonomi. “Kesemuanya berdampak pada kesejahteraan masa depan anak,” ujarnya. 

Acara peluncuran Jurnal ini diikuti tidak kurang 200  peserta, baik dari kalangan akademisi, mahasiswa, aktivis, maupun  masyarakat secara umum. 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement