REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pendiri Rumah Fiqih Indonesia, Ustadz Ahmad Sarwat Lc MA memberi penjelasan tentang haruskah puasa Syawwal dilakukan secara berturut-turut atau tidak. Dia mengatakan, sebetulnya tidak aturan dari Nabi Muhammad SAW tentang tata cara puasa Syawal.
"Karena itu para ulama berbeda pendapat. Seandainya ada hadits shahih yang menjelaskan bahwa puasa Syawal itu harus berturut-turut sejak tanggal-tanggal Syawal, maka pastilah semua ulama bersatu dalam pendapat," tutur dia dikutip dari laman Rumah Fiqih Indonesia, Sabtu (15/5).
Dia menjelaskan, karena tidak ada satu pun dalil qath'i yang shorih dan shahih tentang aturan itu, amat wajar bila hal itu masuk ke wilayah ijtihad. Al-Imam Asy-Syafi'i dan sebagian fuqaha Al-Hanabilah mengatakan bahwa yang lebih utama dari puasa 6 hari Syawal itu dilakukan secara berturut-turut selepas hari raya Idul Fitri.
"Sehingga afdhalnya menurut mazhab ini puasa Syawal dilakukan sejak tanggal 2 hingga tanggal 7 Syawal. Dengan alasan agar jangan sampai timbul halangan bila ditunda-tunda," jelasnya.
Sementara, kalangan Mazhab Al-Hanabilah tidak membedakan apakah harus berturut-turut atau tidak, karena sama sekali tidak berpengaruh dari segi keutamaan. Pendapat membolehkan puasa Syawal kapan saja asal masih di bulan Syawwal. Tidak ada keharusan untuk berturut-turut, juga tidak ada ketentuan harus sejak tanggal 2 Syawal.
Kalangan Al-Hanafiyah, berpendapat bahwa lebih utama bila dilakukan dengan tidak berturut-turut. Mereka menyarankan agar dikerjakan 2 hari dalam satu pekan. Sedangkan kalangan fuqaha Al-Malikiyah berpendapat, puasa itu menjadi makruh bila dikerjakan bergandengan langsung dengan bulan Ramadhan.
Hukumnya makruh bila dikerjakan mulai tanggal 2 Syawal selepas hari Idul Fitri. Bahkan mereka mengatakan bahwa puasa 6 hari itu juga disunnahkan di luar bulan Syawal, seperti 6 hari pada bulan Zulhijjah.