REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Pembinaan Jaringan Kerja Antar-komisi dan Instansi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Sujanarko mengungkapkan kejanggalan dalam tes wawasan kebangsaan (TWK) yang dilakukan terhadap pegawai KPK. Kejanggalan didapatkan berdasarkan keterangan Ketua Dewan Pengawas (Dewas) KPK Tumpak Hatorangan Panggabean.
"Ada tadi tambahan satu yang menarik itu testimoni dari ketua Dewas Pak Tumpak Hatorangan yang menyatakan sebagian pegawai struktural itu ikut membuka dokumen dokumen hasil TWK secara detail," kata Sujanarko di Jakarta, Senin (17/5).
Dia menjelaskan, dua kejanggalan dengan alasan tidak masuk akal itu yakni pegawai dianggap selalu bertentangan dengan pimpinan. Padahal, sambung dia, pegawai tersebut belum pernah ada data pengaduan di pengawas internal dan belum pernah ada pemeriksaan etik internal.
Alasan kedua, yakni pegawai tersebut dianggap mempunyai pemikiran liberal. Sujanarko menegaskan, pemikiran merupakan kebebasan HAM yang dimiliki setiap orang.
"Dan ini sudah saya konfirmasi kepada (pegawai) yang bersangkutan," katanya.
Seperti diketahui, TWK pegawai KPK menuai polemik lantaran membuat soal yang tidak sesuai dengan tugas pokok dan fungsi pemberantasan korupsi. Di antara pertanyaan yang muncul yakni pandangan pegawai seputar FPI, Muhammad Rizieq Shihab, HTI, alasan belum menikah, kesediaan menjadi istri kedua, doa qunut dalam shalat hingga LGBT.
TWK yang diikuti 1.351 pegawai KPK itu sukses menyingkirkan 75 pegawai berintegritas semisal penyidik senior, Novel Baswedan, Ketua Wadah Pegawai KPK yang juga penyidik Yudi Purnomo, Direktur Sosialisasi dan Kampanye Anti-Korupsi KPK Giri Suprapdiono dan Kasatgas KPK Harun Al-Rasyid. Mereka dinyatakan TMS berdasarkan tes tersebut.
KPK kemudian menerbitkan Surat Keputusan Pimpinan KPK Nomor 652 Tahun 2021 tentang Hasil Asesmen Tes Wawasan Kebangsaan. Surat tertanda Ketua KPK Firli Bahuri dan salinannya ditandatangani Plh Kepala Biro SDM Yonathan Demme Tangdilintin itu memerintahkan pegawai yang tidak lolos untuk menyerahkan tugas dan tanggung jawab mereka kepada atasan langsung.
Belakangan, Presiden Joko Widodo menegaskan agar TWK tidak boleh serta-merta dijadikan dasar untuk memberhentikan pegawai KPK yang dinyatakan TMS. Dia mengatakan, KPK harus memiliki SDM terbaik dan berkomitmen tinggi dalam upaya pemberantasan korupsi.
Mantan wali kota Solo ini melanjutkan, pengalihan status pegawai KPK menjadi ASN harus menjadi bagian dari upaya untuk pemberantasan korupsi yang lebih sistematis. Jokowi berpendapat bahwa hasil TWK seharusnya menjadi masukan untuk langkah perbaikan KPK.
"Hasil tes wawasan kebangsaan terhadap pegawai KPK hendaknya menjadi masukan untuk langkah-langkah perbaikan KPK, baik terhadap individu-individu maupun institusi KPK, dan tidak serta-merta dijadikan dasar untuk memberhentikan 75 pegawai KPK yang dinyatakan tidak lolos tes," kata Jokowi.