Selasa 18 May 2021 16:51 WIB

Efek Lebaran Belum Tampak, Masyarakat tak Boleh Terlena

Efek libur Lebaran baru akan terlihat minimal dua pekan lagi.

Red: Indira Rezkisari
Penumpang naik gerbong kereta api jarak jauh di Stasiun Yogyakarta, Selasa (18/5). Kebijakan larangan mudik yang sudah dicabut membuat transportasi massal kembali beroperasi normal. Masyarakat namun diminta tetap mewaspadai lonjakan kasus Covid-19 pascalibur Lebaran.
Foto: Wihdan Hidayat / Republika
Penumpang naik gerbong kereta api jarak jauh di Stasiun Yogyakarta, Selasa (18/5). Kebijakan larangan mudik yang sudah dicabut membuat transportasi massal kembali beroperasi normal. Masyarakat namun diminta tetap mewaspadai lonjakan kasus Covid-19 pascalibur Lebaran.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Dessy Suciati Saputri, Bowo Pribadi, Flori Sidebang, Antara

Juru bicara Satgas Penanganan Covid-19, Prof Wiku Adisasmito, meminta agar semua pihak tidak terlena dengan tren penurunan kasus virus corona. Ia mengungkap, efek dari libur Lebaran 2021 dan mudik baru akan terlihat dalam beberapa pekan ke depan.

Baca Juga

"Perlu diingat bahwa perkembangan yang terjadi pada minggu lalu belum dapat menunjukkan efek dari libur Idul Fitri dan mudik," katanya, dalam konferensi pers virtual Satgas Covid-19 di Graha BNPB yang dipantau virtual, Selasa (18/5). Ia menjelaskan bahwa efek dari mobilitas saat libur Idul Fitri dan mudik yang dilakukan masyarakat dalam rentang waktu dua sampai tiga pekan setelah periode tersebut.

"Untuk itu jangan terlena dengan kasus positif dan kematian yang menurun di minggu lalu," tambah Wiku. Bagi masyarakat yang melakukan perjalanan dalam periode tersebut, satgas mengingatkan agar melakukan karantina mandiri selama lima kali 24 jam setelah kembali ke rumah sebagai bentuk tanggung jawab terhadap orang-orang di sekitarnya.

Sebelumnya, Wiku menjelaskan bahwa telah terjadi penurunan kasus secara nasional sebesar 28,4 persen dibandingkan pekan lalu. Hal itu dibarengi juga dengan penurunan kematian sebesar 11,1 persen dan kesembuhan sebesar 12,5 persen.

Dari lima daerah yang melaporkan kenaikan kasus tertinggi adalah Jawa Tengah, Kepulauan Riau, Sumatra Utara, Sulawesi Utara, dan Sulawesi Barat. Sementara untuk daerah yang mencatat kenaikan kematian tertinggi adalah Sulawesi Utara, Kalimantan Tengah, Jawa Tengah, Kepulauan Riau, Lampung.

Dalam kesempatan itu, iamenyoroti provinsi yang mengalami kenaikan kasus dan kematian dalam pekan ini berada di luar Pulau Jawa. Karena itu, satgas meminta hal itu menjadi perhatian bagi pemerintah daerah untuk meningkatkan penanganan Covid-19 karena tren kenaikan itu terjadi sebelum dampak dari libur Idul Fitri dapat terlihat.

Wiku menyampaikan pula, adanya tren peningkatan mobilitas penduduk yang cukup signifikan di Jawa, Sumatra, Kalimantan, dan juga Sulawesi. Tren peningkatan mobilitas penduduk ini terjadi pada periode 21 April-12 Mei 2021.

“Pada empat pulau ini dapat dilihat bahwa tren perkembangan mobilitas penduduknya mengalami peningkatan yang cukup signifikan, di mana mobilitasnya mencapai hingga 61-111 persen,” kata Wiku.

Di Pulau Jawa, kenaikan mobilitas penduduk ke pusat perbelanjaan paling tinggi terjadi di Jawa Tengah yakni mencapai 80 persen, di Jawa Barat sebesar 68 persen, dan di Jawa Timur sebesar 61 persen.

Sementara di Pulau Sumatera, kenaikan tertinggi terjadi di Sumatera Barat yang mencapai 111 persen, di Bengkulu mencapai 93 persen, dan di Aceh sebesar 83 persen. Di Pulau Kalimantan, kenaikan tertinggi terjadi di Kalimantan Utara yang mencapai 95 persen, Kalimantan Timur mencapai 67 persen, dan Kalimantan Tengah mencapai 59 persen

“Untuk Pulau Sulawesi, kenaikan tertinggi terjadi di Sulawesi Barat hingga mobilitasnya mencapai 107 persen, Gorontalo mencapai 105 persen, Sulawesi Tengah dan Sulawesi Tenggara 84 persen,” tambah Wiku.

Wiku mengatakan, kenaikan tren mobilitas ke pusat perbelanjaan ini terjadi bertepatan pada tradisi membeli baju Lebaran menjelang hari raya Idul Fitri yakni antara 9-13 Mei 2021. Menurut Satgas, peningkatan kegiatan di sektor ekonomi ini tak dapat dihindari di periode menjelang hari raya Idul Fitri.

“Pada prinsipnya, pemerintah tidak bisa melarang kegiatan ekonomi untuk beroperasi namun sadarilah bahwa kegiatan sosial ekonomi hanya dapat berjalan apabila kita bertanggung jawab terhadap diri sendiri dan orang lain dengan patuh prokes,” jelas Wiku.

Ia mengingatkan, jika pihak penyelenggara dan pelaku sosial ekonomi tidak menerapkan disiplin prokes, maka akan berimbas pada kenaikan kasus. Kondisi ini kemudian akan berdampak juga pada pembatasan kegiatan ekonomi.

Wiku meminta pemerintah daerah agar mengantisipasi dampak dari tren kenaikan mobilitas penduduk di pusat perbelanjaan serta kerumunan di tempat wisata. Yakni dengan meningkatkan testing, tracing, dan treatment, serta menyiapkan SDM dan fasilitas penanganan Covid-19 yang baik.

Ahli epidemiologi dari Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang, Nusa Tenggara Timur, Dr Pius Weraman, M.Kes, mengatakan semua orang yang melakukan perjalanan atau tidak, memiliki peluang yang sama tertular virus Covid-19. "Semua orang yang melakukan perjalanan atau tidak, tanpa kecuali memiliki peluang yang sama tertular Covid-19, karena seluruh Indonesia sudah memiliki transmisi lokal," kata Pius Weraman.

Dia mengemukakan hal itu menjawab pertanyaan seputar seberapa jauh potensi meningkatnya kasus Covid-19 setelah libur Lebaran tahun ini di Indonesia. Menurut dia, seluruh Indonesia sudah memiliki transmisi lokal dan transmisi lokal biasa terjadi karena mobilitas penduduk, dengan tidak menggunakan protokol kesehatan dengan baik dan teratur.

"Hanya mereka yang taat protokol kesehatan saja yang tentunya akan memperkecil penularan Covid-19 dari orang ke orang," katanya. Karena itu, larangan mudik yang dilakukan oleh pemerintah untuk seluruh Indonesia sesungguhnya memberikan dampak kepada masyarakat sehubungan dengan penularan lanjutan dari Covid-19.

"Kata kuncinya adalah kesadaran dari kita semua untuk selalu taat dan patuh pada protokol kesehatan, baik yang sudah menerima vaksin maupun yang belum divaksin," katanya. Tanpa adanya kesadaran, semua upaya yang dilakukan pemerintah tidak dapat menahan laju penyebaran Covid-19 di negeri ini, kata Weraman yang juga Ketua Perhimpunan Ahli Epidemiologi Indonesia (PAEI) Cabang Nusa Tenggara Timur (NTT) itu.

photo
Larangan mudik Lebaran. - (Republika)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement