REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Berkumpul dengan keluarga besar saat perayaan Hari Idul Fitri 1442 Hijriah merupakan momentum yang diinginkan oleh semua orang. Terbayang, suasana hangat, saling melepas rindu dan menyantap makanan khas Lebaran membuat momentum tersebut semakin ditunggu-tunggu.
Namun, bagi sebagian orang momentum tersebut sulit terwujud sebab harus bekerja atau bertugas saat perayaan Hari Idul Fitri 1442 Hijriah. Tenaga kesehatan (nakes) adalah salah satu profesi yang dibutuhkan tiap saat di rumah sakit termasuk saat Hari Raya Idul Fitri 1442 Hijriah.
Beberapa nakes yang bertugas di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung turut mengalami masa harus tetap bekerja saat perayaan Idul Fitri 1442 Hijriah. Mereka terpaksa tidak bisa merayakan Idul Fitri bersama keluarga besar.
Budi Wahyudin, perawat di ruang perawatan isolasi pasien Covid-19 atau GICU RSHS merupakan salah satu nakes yang tetap bekerja saat Idul Fitri. Ia yang sudah bekerja selama 17 tahun sebagai perawat di RSHS ini mengaku sedih tidak bisa berkumpul dengan istri saat hari raya Lebaran.
"Ketika hari raya, saya kebetulan dinas malam pertama hari raya dan kedua. Ada cerita menyedihkan ketika orang orang lebaran saya merawat pasien yang menurun tanda vital," ujarnya secara daring, Selasa (18/5). Ia merasa berat saat harus bekerja di hari Lebaran kemarin.
Budi mengatakan, tidak bisa mudik dan bertemu dengan istrinya yang telah melahirkan anak ketiga satu pekan sebelum Lebaran. Selain itu, kondisi kesehatan orang tuanya yang sedang sakit semakin menambah beban berat bekerja di hari Lebaran.
"Istri baru melahirkan kurang lebih seminggu, anak ketiga. Ada ibu yang lagi sakit. Lebaran gak bisa pulang, gak bisa mudik kebayang istri baru melahirkan repotnya merawat anak baru lahir," katanya.
Di tengah kondisinya yang tidak dapat mudik, ia mengaku tetap berusaha maksimal bekerja dengan baik. Terlebih ia mengaku pekerjaannya sebagai perawat tidak hanya terbatas sampai menggugurkan kewajiban namun sebagai panggilan jiwa.
"Tapi karena ini tugas dan panggilan jiwa, sebagai perawat saya ikhlas menjalani," ungkapnya.
Trikaryadi, salah seorang dokter di RSHS asal Wates, Kulonprogo, Jawa tengah merasakan kesedihan yang serupa. Ia tidak dapat berkumpul dengan istrinya yang sedang hamil 4 bulan di saat perayaan Idul Fitri beberapa waktu lalu.
Meski tidak dapat berkumpul dengan keluarga, ia mengatakan harus tetap menjalani hal tersebut dan bekerja dengan baik. Salah satu peristiwa yang masih membekas saat bertugas di hari Lebaran yaitu melakukan operasi dengan alat pelindung lengkap terhadap pasien yang mengalami gawat janin.
Adhitya Wisnu Mahadewa, aparatur sipil negara (ASN) asal Asmat Papua mengaku sudah 4 tahun bertugas dan belajar di RSHS Bandung. Ia bercerita bahwa lahir dan besar di Jakarta kemudian bertugas di Asmat Papua.
Baginya, jauh dari keluarga sudah menjadi hal yang biasa sebab sudah bekerja di Papua kurang lebih 6 tahun. Namun, ia merasakan hal berbeda saat berada di Kota Bandung untuk belajar di RSHS yang notabene dekat ke Jakarta.
Ia pun sengaja memilih bekerja di hari raya Idul Fitri karena merasa harus mengajukan diri untuk bertugas di hari Lebaran. "Kalau bukan kita siapa lagi," katanya.
Adhitya mengatakan melepas rindu kepada keluarga saat hari raya Lebaran dilakukan dengan video call, hal tersebut seringkali membuatnya sedih. Namun, suasana kekeluargaan di RSHS sedikit mengobati perasaannya yang tidak bisa bertemu keluarga saat Lebaran.
Salah satunya yaitu banyak rekan-rekannya yang membawa makanan khas Lebaran ke rumah sakit untuk dimakan bersama para dokter yang bertugas di hari raya. Ia pun merasa senang dengan hal tersebut.