REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penggunaan vaksin Covid-19 AstraZeneca di Tanah Air menimbulkan kekhawatiran setelah ada dua kasus kematian setelah divaksinasi. Untuk menghindari risiko kematian pascavaksinasi, pemerintah sudah menghentikan sementara penggunaan vaksin AstraZeneca dengan nomor batch CTMAV 547.
Sebelum mengeluarkan izin penggunaan vaksin AstraZeneca, Badan POM telah melakukan kajian bersama dengan tim pakar Komnas Penilai Obat, Komnas KIPI dan Indonesian Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI). Dari kajian bersama itu disimpulkan bahwa manfaat vaksin Covid-19 AstraZeneca lebih besar daripada risikonya sesuai dengan keputusan dari World Health Organization (WHO) Global Advisory Committee on Vaccine Safety (GACVS) dan badan otoritas obat global seperti European Medicines Agency (EMA) pada 7 April 2021.
Sesuai kajian yang dirilis oleh EMA pada 7 April 2021, kejadian pembekuan darah setelah pemberian vaksin Covid-19 AstraZeneca termasuk kategori yang sangat jarang atau satu berbanding 10 ribu kasus. Karena dilaporkan terjadi 222 kasus pada pemberian 34 juta dosis vaksin atau setara 0,00065 persen.
Kejadian ini jauh lebih rendah dibandingkan kemungkinan terjadinya kasus pembekuan darah akibat penyakit Covid-19 sebesar 165 ribu kasus per 1 juta atau 16,5 persen. Meski digolongkan berisiko rendah, masyarakat yang mendapat vaksin Covid-19 AstraZeneca, diminta untuk segera menghubungi dokter atau sarana pelayanan kesehatan terdekat atau tempat vaksinasi apabila mengalami gejala tertentu. Yaitu, sesak nafas, nyeri dada, kaki membengkak,nyeri perut yang dirasakan terus-menerus, gejala neurologis seperti nyeri kepala berat, penglihatan kabur, atau mengalami skin bruising (petechia) yang meluas di sekitar tempat penyuntikan beberapa hari setelah mendapatkan vaksinasi.
Saat ini BPOM bersama pihak terkait melakukan analisa riwayat penyakit penerima vaksin AstraZeneca. Analisa dilakukan untuk menentukan hubungan sebab akibat pengaruh imunisasi terhadap Kejadian Ikutan Pasca-Imunisasi (KIPI).
Berdasarkan keterangan tertulis yang dilansir dari laman resmi, www.pom.go.id, dan dikonfirmasi kepada Juru Bicara Covid-19 BPOM, Lucia Rizka Andalusia, Rabu (19/5), riwayat penyakit yang sedang dianalisa termasuk riwayat alergi, gejala yang dialami dan waktu mulai gejala dirasakan. Untuk analisa pada aspek mutu, Badan POM melakukan uji mutu berupa uji sterilitas dan toksisitas vaksin AstraZeneca pada nomor bets yang terkait dengan dugaan menimbulkan KIPI, yaitu nomor batch CTMAV 547.
Penelitian pada aspek keamanan vaksin saat ini dilakukan oleh BPOM bersama Komisi Nasional KIPI (Komnas KIPI), Komisi Daerah KIPI (Komda KIPI), dan organisasi profesi terkait. Untuk kehati-hatian, sesuai dengan kerangka regulatori, maka suatu produk yang sedang dalam proses investigasi penggunaannya perlu dihentikan sementara, dalam hal ini adalah vaksin AstraZeneca dengan nomor batch CTMAV 547.
Dalam keterangan tersebut juga diinformasikan bahwa tindakan ini bertujuan untuk mengetahui jaminan mutu saat pendistribusian dan penyimpanan serta untuk menjamin konsistensi jaminan mutu produk sesuai hasil "lot release" yang telah dilakukan sebelum vaksin diedarkan untuk tindakan kehati-hatian. Terkait perkembangan informasi terbaru mengenai keamanan vaksin AstraZeneca di Indonesia sampai dengan Mei 2021,
Secara terpisah Juru Bicara Covid-19 Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmizi, mengemukakan pernyataan yang sama. "WHO menyatakan bahwa vaksin AstraZeneca aman dan efektif untuk melindungi orang dari risiko Covid-19 yang sangat serius, termasuk kematian, rawat inap, dan penyakit parah," katanya.
Penggunaan vaksin saat ini dalam kondisi mendesak, di mana pemerintah berikhtiar untuk mewujudkan kekebalan kelompok. "Masyarakat jangan ragu mengikuti program vaksinasi. Manfaat dari program vaksinasi jauh lebih besar dibandingkan dengan risikonya," pesan Siti Nadia.