REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar hukum Bivitri Susanti menilai sikap Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengenail hasil Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) bagi pegawai KPK murni karena desakan publik. Menurutnya, pernyataan Presiden Jokowi yang seolah mendukung pegawai KPK tak lulus TWK muncul karena terpaksa.
"Menurut saya sikap itu karena dorongan publik. Saya tidak melihat Pak Jokowi punya komitmen dalam pemberantasan korupsi," kata Bivitri kepada Republika, Rabu (19/5).
Bivitri masih meragukan komitmen Presiden Jokowi guna menuntaskan permasalahan korupsi di Tanah Air. Selama ini, ia mendapati Presiden Jokowi tak bersuara bila ada upaya pelemahan KPK.
"Jadi dari segi komitmen sudah terbaca jelas, Pak Jokowi sebenarnya tidak terlalu peduli dengan pemberantasan korupsi. Tapi tekanan yang menguat ini yang membuat dia merespons," ujar Bivitri.
Bivitri menyebut Presiden Jokowi sebenarnya punya kuasa bila ingin menunjukkan dukungan pemberantasan korupsi. Namun Presiden Jokowi, lanjut Bivitri, terkesan mengabaikan masukan masyarakat kepada KPK.
"Kalau memang punya komitmen, kenapa dulu merevisi UU KPK yang menyebabkan semua kekistruhan ini? Dan mengapa juga tetap meloloskan Firli Bahuri di Pansel meskipun rekam jejaknya di KPK luar biasa jelek," ucap Bivitri.
Bivitri pun merasa heran dengan 75 orang pegawai KPK yang tak lulus TWK. Selama ini mereka dikenal punya integritas dan kerap menangani kasus korupsi skala besar, salah satunya Novel Baswedan.
"Sebab bila dilacak yang 75 orang itu, mereka itu semua anggota satgas-satgas penting yang mengungkap kasus-kasus korupsi besar belakangan ini," ujar Bivitri.
Di sisi lain, Bivitri menyoroti pelaksanaan dan soal dalam TWK sendiri bermasalah. Ia menekankan TWK pada pegawai KPK bukan "TWK Biasa" seperti digunakan untuk ASN.
"Yang digunakan adalah Indeks Moderasi Bernegara-nya TNI AD, yang harus dipertanyakan juga apa relevansinya dengan KPK?" ucap Bivitri.
Oleh karena itu, Bivitri mendorong supaya hasil TWK dilupakan saja. Mereka yang tak lulus TWK diharapkan kembali ke posnya masing-masing.
"Jadi harusnya dianggap tidak ada dan 75 orang itu diberi tugas-tugas kembali seperti biasa. Saya melihatnya TWK ini disengaja justru untuk menghambat penuntasan kasus-kasus besar dan tentunya menundukkan mereka yang dianggap terlalu mengganggu."
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menegaskan, TWK tidak boleh serta-merta dijadikan dasar untuk memberhentikan 75 pegawai KPK yang dinyatakan tidak lolos tes. Presiden Jokowi menyampaikan, KPK harus memiliki SDM terbaik dan berkomitmen tinggi dalam upaya pemberantasan korupsi.
Pengalihan status pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara (ASN), kata dia, harus menjadi bagian dari upaya untuk pemberantasan korupsi yang lebih sistematis.
"Hasil tes wawasan kebangsaan terhadap pegawai KPK hendaknya menjadi masukan untuk langkah-langkah perbaikan KPK, baik terhadap individu-individu maupun institusi KPK, dan tidak serta-merta dijadikan dasar untuk memberhentikan 75 pegawai KPK yang dinyatakan tidak lolos tes," ujar Jokowi dalam pernyataannya di Istana Merdeka, Senin (17/5).
Saya berpendapat, hasil tes wawasan kebangsaan terhadap pegawai KPK, hendaknya tidak serta-merta jadi dasar untuk memberhentikan 75 pegawai yang dinyatakan tidak lulus tes.
Kalau ada kekurangan, tentu bisa diperbaiki melalui pendidikan kedinasan tentang wawasan kebangsaan. pic.twitter.com/rntwzBZF6V
— Joko Widodo (@jokowi) May 17, 2021