Rabu 02 Jun 2021 23:03 WIB

Oposisi Israel Semakin Dekat untuk Gulingkan Netanyahu

Yair Lapid mendapat dukungan dari koalisi lintas pasar.

Rep: Fergi Nadira/ Red: Teguh Firmansyah
 Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu (kiri) menghadiri tahap pembuktian persidangannya atas dugaan kejahatan korupsi, di pengadilan distrik Yerusalem, di Salah El-Din, Yerusalem Timur, 05 April 2021.
Foto: EPA-EFE/ABIR SULTAN
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu (kiri) menghadiri tahap pembuktian persidangannya atas dugaan kejahatan korupsi, di pengadilan distrik Yerusalem, di Salah El-Din, Yerusalem Timur, 05 April 2021.

REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM -- Pemimpin oposisi Israel Yair Lapid beregerak lebih dekat untuk menggulingkan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, Rabu (2/6) waktu setempat. Dia akan membentuk "pemerintahan persatuan nasional" dengan koalisi partai setelah menyetujui persayaratan beberapa pihak termasuk menggaet dari Partai Blue and White pimpinan Menteri Pertahanan Benny Gantz.

Di bawah undang-undang pemilu Israel, Lapid memiliki 28 hari membentuk koalisi untuk mendapat suara mayoritas dengan partai-partai lawan agar bisa menggantikan perdana menteri lama. Batas waktu penyelesaian pembentukan pemerintahan baru adalah Rabu (2/6) tengah malam waktu Israel.

Baca Juga

Jika Lapid melewatkan tenggat waktu Rabu, ini menandai berakhirnya mandat presiden selama 28 hari untuk membentuk koalisi parlemen. Kemudian akan memiliki waktu tiga minggu untuk menyepakati kandidat baru. Jika itu gagal, Israel akan mengadakan pemilihan lain, yang kelima dalam dua tahun.

Pada Senin lalu, Lapid telah membangun pembicaraan dengan nasionalis sayap kanan, Naftali Bennett tentang "aliansi perubahan". Partai Yesh Atid dari Lapid dan Blue and White dari Gantz mengatakan dalam sebuah pernyataan bersama bahwa mereka telah menyetujui garis besar pemerintah dan isu-isu inti yang berkaitan dengan penguatan demokrasi dan masyarakat Israel. "Gantz akan tetap menjadi menteri pertahanan di kabinet baru," tulis pernyataan bersama tersebut.

Kesepakatan juga telah dicapai dengan partai sayap kiri Meretz dan kiri-tengah Partai Buruh serta dengan partai nasionalis mantan menteri pertahanan Avigdor Lieberman Yisrael Beitenu. Sementara itu The United Arab List juga sedang bernegosiasi untuk bergabung dengan koalisi. Jika setuju, ini akan menjadi pertama kalinya dalam sejarah Israel bahwa sebuah partai Arab yang independen menjadi anggota pemerintah.

Sebuah sumber yang terlibat dalam pembicaraan yang dipimpin Lapid mengatakan, pemerintah baru yang diusulkan akan mencoba untuk mempertahankan konsensus dengan menghindari isu-isu ideologis panas. Isu-isu tersebut seperti apakah akan mencaplok atau menyerahkan wilayah Tepi Barat yang diduduki yang diinginkan Palestina untuk sebuah negara.

Lapid adalah seorang sentris yang ditugaskan untuk membentuk koalisi pemerintahan berikutnya. Ini dilakukan ketika gejolak politik Israel terjadi lebih dari dua bulan. Saat itu Netanyahu yang konservatif gagal membentuk kolaisi usai pemilihan 23 Maret yang tidak meyakinkan.

Hal itu menjadi kesempatan menggulingkan pemimpin sayap kanan Netanyahu yang telah memerintah selama 15 tahun. Netanyahu (71 tahun) memang telah berusaha untuk mendiskreditkan Bennett dan dua orang sayap kanan lainnya yang berunding dengan Lapid.

Netanyahu menilai, bahwa mereka membahayakan keamanan Israel. Ini merupakan sebuah kiasan untuk upaya mengekang program nuklir Iran dan mengelola hubungan Palestina yang selalu penuh ketegangan. Netanyahu pun yakin masih mampu membentuk pemerintahan berikutnya.

Selama 12 tahun menjalankan jabatan puncak, Netanyahu telah menjadi sosok yang sering terpolarisasi di dalam dan luar negeri. Pengakhiran masa jabatannya dapat membawa penangguhan hukuman dari gejolak politik dalam negeri, tetapi perubahan besar dalam kebijakan luar negeri Israel tampaknya lebih kecil kemungkinannya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement