REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Ilham Saputra menanggapi usulan anggota Komisi II DPR RI agar pihaknya membuat alternatif skenario jadwal pemilihan umum (pemilu) alternatif. Menurut Ilham, jadwal pemilu akan dibahas saat konsinyasi Tim Kerja Bersama Pemilu dan Pilkada 2024 yang terdiri dari KPU, Bawaslu, Kemendagri, dan perwakilan Komisi II DPR RI.
"Ya kita akan bahas dalam konsinyering berikutnya," ujar Ilham kepada Republika, Kamis (3/6).
KPU mengusulkan pemungutan suara Pemilu dilaksanakan pada 21 Februari 2024. Penyelenggaraan pemungutan suara untuk pemilihan presiden dan pemilihan legislatif pada Pemilu 2019 lalu digelar pada April.
Sebelumnya, Anggota Komisi II DPR RI Guspardi Gaus mengusulkan agar KPU untuk membuat alternatif skenario jadwal pemilihan umum alternatif. KPU mengusulkan pelaksanaan pemilu dipercepat dari 21 April 2024 menjadi 21 Februari 2024.
"Saya minta kepada KPU jangan skenario itu hanya di bulan Februari. Lihat alternatif lain, paling tidak dua alternatif," kata Guspardi Gaus dalam keterangan tertulisnya, Rabu, (2/6).
Guspardi mengungkapkan usulan KPU sudah dikemukakan pada rapat dengar pendapat (RDP) secara tertutup di DPR pada Senin, (24/5) lalu. Selain KPU, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) juga mengusulkan agar pelaksanaan pemilu digelar Maret 2024.
Pertimbangannya menyangkut soal anggaran serta kondisi cuaca. "Februari musim hujan, partisipasi pemilih (dikhawatirkan) berkurang. Kemudian tempat pemungutan suara (TPS) kan nggak semua bangunan permanen," kata dia.
Ia mengaku tidak masalah pelaksanaan pemilu tak berlangsung pada 21 April 2024. Namun, ia meminta agar skenario pelaksanaan mesti dipikirkan secara matang agar tak berbenturan dengan jadwal pemilihan lainnya.
"Untuk itu, kita akan membahas waktu yang tepat, tentu perlu masukan saran dari berbagai elemen," ujarnya.
Terlebih, Guspardi menambahkan, bakal berlangsung pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak yang diusulkan 20 November 2024. Belum lagi potensi dua putaran pemilu dan gugatan sengketa pemilu di Mahkamah Konstitusi (MK) yang berujung perintah pemungutan suara ulang.
"Semua potensi itu bakal menguras waktu," tutur anggota baleg DPR RI tersebut.