Senin 07 Jun 2021 01:22 WIB

Eropa Mulai Buka Pintu untuk Industri Sawit Indonesia

Pengusaha sawit diharap tak hanya mengejar profit, tapi wajib perhatikan lingkungan.

Red: Karta Raharja Ucu
Uni Eropa mulai membuka pintu bagi industri sawit Indonesia.
Foto: AKBAR TADO/ANTARA
Uni Eropa mulai membuka pintu bagi industri sawit Indonesia.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia hingga kini masih menjadi negara produsen kelapa sawit nomor satu di dunia, dengan menguasai 58 persen pangsa pasar sawit dunia. Ketua Umum Perhimpunan Eropa untuk Indonesia Maju (PETJ), Ari Manik, mengatakan kini peluang kelapa sawit Indonesia terbuka di pasar Eropa menyusul referendum Swiss pada 7 Maret 2021, di mana 51,6 persen rakyat Swiss menyetujui masuknya perjanjian kerja sama mengenai perdagangan minyak sawit dalam Indonesia-European Free Trade Association (EFTA)-Comprehensive Economic Partnership Agreement (IE-CEPA).

Ari berkata hal itu merupakan angin segar setelah selama beberapa tahun sawit Indonesia kerap mendapat ancaman dan penolakan di Eropa. "Persetujuan ini hadir dengan catatan produk sawit dari Indonesia harus memenuhi standard lingkungan dan sosial tertentu, yang berkelanjutan, serta harus diakui dunia internasional," kata dia dalam webinar dengan topik "Menjawab Tantangan 'Sustainability' pada Industri Kelapa Sawit di Indonesia". Webinar itu digelar dalam rangka peringatan hari Lingkungan Hidup sedunia pada 5 Juni.

WaKa III GAPKI, Togar Sitanggang, mengungkapkan beberapa fakta perbandingan sumber-sumber minyak nabati beserta dampak lingkungannya, terutama yang berkaitan dengan deforestasi, penyumbang polutan, penyerapan CO2 maupun produksi oksigen. "Yang kerap harus dihadapi pihak industri adalah banyaknya stigma negatif serta kampanye negatif yang dialamatkan kepada sawit," kata dia.

Duta Besar Indonesia untuk Jerman, Arif Havas Oegroseno, menyambut baik inisiatif diaspora membahas dan mencari jawaban atas berbagai persoalan kelapa sawit selama ini. "Satu hal yang sangat penting adalah bahwa perlu pemahaman yang sama antara Indonesia dan Uni Eropa," ujar Arif.