Senin 14 Jun 2021 00:33 WIB

G7 Minta China Hormati HAM di Xinjiang

Negara anggota G7 meminta China menghormati hak asasi manusia di Provinsi Xinjiang

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Christiyaningsih
Pemimpin G7 berpose untuk foto bersama menghadap pantai di Carbis Bay Hotel di Carbis Bay, St. Ives, Cornwall, Inggris, Jumat, 11 Juni 2021. Pemimpin dari kiri, Perdana Menteri Kanada Justin Trudeau, Presiden Dewan Eropa Charles Michel, Presiden AS Joe Biden, Perdana Menteri Jepang Yoshihide Suga, Perdana Menteri Inggris Boris Johnson, Perdana Menteri Italia Mario Draghi, Presiden Prancis Emmanuel Macron, Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen dan Kanselir Jerman Angela Merkel.
Foto: AP Photo/Patrick Semansky, Pool
Pemimpin G7 berpose untuk foto bersama menghadap pantai di Carbis Bay Hotel di Carbis Bay, St. Ives, Cornwall, Inggris, Jumat, 11 Juni 2021. Pemimpin dari kiri, Perdana Menteri Kanada Justin Trudeau, Presiden Dewan Eropa Charles Michel, Presiden AS Joe Biden, Perdana Menteri Jepang Yoshihide Suga, Perdana Menteri Inggris Boris Johnson, Perdana Menteri Italia Mario Draghi, Presiden Prancis Emmanuel Macron, Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen dan Kanselir Jerman Angela Merkel.

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON – Negara anggota G7 meminta China menghormati hak asasi manusia (HAM) di Provinsi Xinjiang. Selain itu, mereka meminta Beijing menahan diri dari tindakan sepihak yang dapat mengacaukan stabilitas di Laut China Timur dan Selatan.

“Kami akan mempromosikan nilai-nilai kami, termasuk dengan menyerukan China menghormati HAM dan kebebasan fundamental, terutama terkait dengan Xinjiang dan hak-hak, kebebasan, serta otonomi tingkat tinggi untuk Hong Kong yang diabadikan dalam Deklarasi Bersama Cina-Inggris,” kata G7 dalam draf komunike yang hampir rampung, Ahad (13/6).

G7 juga mengungkapkan mereka menggarisbawahi pentingnya perdamaian dan stabilitas di Selat Taiwan serta mendorong penyelesaian damai masalah lintas-Selat. “Kami tetap sangat prihatin dengan situasi di Laut China Timur dan Selatan serta sangat menentang setiap upaya sepihak untuk mengubah status quo dan meningkatkan ketegangan,” kata mereka.

“Kami juga menyerukan studi asal-usul Covid-19 fase kedua yang diadakan WHO tepat waktu, transparan, dipimpin para ahli, dan berbasis sains, termasuk seperti yang direkomendasikan laporan para ahli, di China,” kata G7 dalam komunikenya.

China telah memperingatkan para pemimpin negara anggota G7 bahwa masa-masa saat sekelompok kecil negara memutuskan nasib dunia telah lama berlalu. “Hari-hari ketika keputusan global didikte sekelompok kecil negara sudah lama berlalu. Kami selalu percaya bahwa negara, besar atau kecil, kuat atau lemah, miskin atau kaya, adalah sama. Dan bahwa semua urusan dunia harus ditangani melalui konsultasi oleh semua negara,” kata Kedutaan Besar China di London, Inggris, dalam sebuah pernyataan pada Ahad.

KTT G7 digelar di Cornwall, Inggris sejak Jumat (11/6) lalu. Kelompok beranggotakan Amerika Serikat (AS), Inggris, Kanada, Jerman, Italia, Prancis, dan Jepang itu ingin menggunakan pertemuan di resor di tepi laut Inggris di Carbis Bay untuk menunjukkan kepada dunia bahwa mereka dapat menawarkan alternatif bagi pengaruh China yang kian besar.

Pada Sabtu (12/6) lalu, Perdana Menteri Kanada Justin Trudeau memimpin diskusi tentang China. Dia meminta para pemimpin G7 datang dengan pendekatan terpadu terhadap tantangan yang ditimbulkan China.

G7 pun berencana menawarkan kepada negara-negara berkembang skema infrastruktur yang dapat menyaingi proyek Belt and Road Initiative (BRI) milik Negeri Tirai Bambu. BRI diketahui memiliki nilai multi-triliun dolar AS.

sumber : Reuters
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement