Selasa 15 Jun 2021 13:37 WIB

BPK Dorong Pendekatan Ilmiah Atasi Pandemi Covid-19

BPK meminta Pemerintah hadapi pandemi Covid-19 dengan kedepankan akuntabilitas

Rep: Muhammad Nursyamsi/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Ketua BPK Agung Firman Sampurna. Agung Firman Sampurna mengatakan perlunya pendekatan yang bersifat scientific atau ilmiah dalam menghadapi pandemi covid-19 dengan tetap mengedepankan transparansi dan akuntabilitas seluruh pihak, khususnya pemerintah.
Foto: Dok. Badan Pemeriksa Keuangan
Ketua BPK Agung Firman Sampurna. Agung Firman Sampurna mengatakan perlunya pendekatan yang bersifat scientific atau ilmiah dalam menghadapi pandemi covid-19 dengan tetap mengedepankan transparansi dan akuntabilitas seluruh pihak, khususnya pemerintah.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Agung Firman Sampurna mengatakan perlunya pendekatan yang bersifat scientific atau ilmiah dalam menghadapi pandemi covid-19 dengan tetap mengedepankan transparansi dan akuntabilitas seluruh pihak, khususnya pemerintah.

Hal ini disampaikan Agung saat webinar bertajuk "Kebijakan Pemerintah, Peluang, Tantangan, dan Kepemimpinan di Masa dan Pascapandemi Covid-19" di Jakarta, Selasa (15/6).  

Agung berharap webinar ini mampu memberikan gambaran dan pemahaman mengenai strategi pemerintah dalam menghadapi masa dan pascapandemi covid-19 ke depan dengan ketidakpastian yang sangat tinggi.

"Muncul kebutuhan akan kepemimpinan yang tangguh, kuat, dan efektif di segala bidang, baik di pusat maupun daerah untuk merespons secara cepat melalui kebijakan yang koheren dalam kondisi yang penuh ketidakpastian," ujar Agung. 

Selain menimbulkan krisis kesehatan, lanjut Agung, covid-19 telah memukul perekonomian Indonesia yang menyebabkan pertumbuhan minus 5,32 persen pada Kuartal II 2020, meski terdapat tanda-tanda perbaikan pertumbuhan ekonomi masih mengalami minus 0,74 persen pada Kuartal pertama tahun ini.

Agung menambahkan jumlah penduduk miskin meningkat dari 24,79 juta jiwa pada 2019 menjadi 27,55 juta jiwa pada 2020. Data tersebut diikuti dengan peningkatan angka pengangguran, turunnya penyaluran kredit, dan nilai investasi. 

Dalam menghadapi dampak pandemi covid-19, ucap Agung, pemerintah telah mengeluarkan berbagai kebijakan multisektor dengan anggaran yang sangat besar di bidang pengelolaan keuangan negara dan stabilitas sistem keuangan.

Pemerintah telah menerbitkan payung kebijakan yang bersifat luar biasa berupa UU Nomor 1 tahun 2020 yang kemudian telah disahkan oleh DPR pada 31 Maret 2020 menjadi undang-undang nomor 2 tahun 2020 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti undang-undang nomor 1 tahun 2020 tentang kebijakan keuangan negara untuk penanganan covid-19 dan atau dalam menghadapi ancaman yang membahayakan perekonomian nasional.

"Pada awal pandemi, BPK segera merespons dengan kajian pengelolaan keuangan negara dalam penanganan dan mitigasi risiko pandemi covid-19 sebagai masukan dan sekaligus early warning system pada pemerintah DPR dan para pemangku kepentingan lainnya," ucap Agung. 

Agung menyebut kompleksitas penanganan Covid-19 menimbulkan risiko strategis, risiko kepatuhan, risiko keuangan, dan risiko operasional seperti validitas dan keandalan data kecepatan dan ketepatan penanganan kesehatan dan penyaluran bantuan, serta data efektivitas koordinasi pusat dan daerah, termasuk keterpaduan regulasi, hingga risiko kecurangan dan integritas yang selalu meningkat pada masa krusial.

"Ini yang perlu dimitigasi sejak awal dan selalu meninggalkan masalah hukum di kemudian hari," kata Agung menambahkan.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement