REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pelaku usaha kecil dan menengah (UKM) berharap, sertifikasi halal gratis bisa terealisasi agar bisa naik kelas. Karena itu, mereka ingin agar pemerintah berinisiatif memberikan fasilitas sertifikasi halal berbiaya nol rupiah bagi pelaku UMK.
Fasilitas sertifikasi halal gratis bagi UMK sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) no.57/PMK.05/2021 tentang Tarif Layanan Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama RI yang terbit pada 3 Juni 2021. PMK itu merupakan tindaklanjut dari diterbitkannya UU Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (UU JPH) pada 17 Oktober 2019.
Ketua Dewan Pengurus Halal Institute, Andy Soebjakto Molanggato mengatakan, saat ini tarif sertifikasi halal gratis atau nol rupiah bagi pelaku UMK berlaku untuk layanan sertifikasi halal, perpanjangan sertifikasi halal, dan penambahan varian atau jenis produk bagi pelaku UMK.
“Kebijakan baru ini dapat dikatakan mendukung, membantu, dan memfasilitasi pelaku UMK. Jadi tudingan beberapa kalangan selama ini yang menilai pewajiban sertifikasi halal akan semakin menyulitkan pelaku UMK, jelas tidak terbukti,” kata Andy dalam siaran di Jakartam Rabu (16/6).
Andy menyatakan, untuk memberikan fasilitas sertifikasi nol rupiah bagi UMK bukan persoalan mudah bagi pemerintah. Hal itu mengingat jumlah pelaku UMK di Indonesia mencapai jutaaan. Bahkan, Kementerian Koperasi dan UKM pada 2018-2019 mencatat ada 65.400.031 unit UKM di Indonesia,
Dia pun mempertanyakan, bagaimana bisa melakukan sertifikasi bagi seluruh pelaku UKM. “Bagaimana melaksanakan fasilitasi untuk 65 juta unit usaha ini dengan kemampuan keuangan negara yang ada? Tampaknya, pelaku UMK harus rajin-rajin menuntut haknya untuk mendapatkan fasilitas layanan sertifikasi halal nol rupiah,” kata Andy.
Sementara itu, mengacu PMK Nomor.57/PMK.05/2021 pelaku usaha besar hanya terkena tarif ringan yang flat untuk mengurus kewajiban sertifikasi halal.
Pelaku usaha besar dengan omzet minimal Rp 50 miliar per tahun dikenakan biaya maksimal 150 persen dari tarif maksimal, yaitu Rp 7,5 juta.
Perusahaan semacam Aqua dan Indofood misalnya, maksimal dikenai tarif sebesar itu, terkecuali ada penambahan varian atau jenis produk. Perusahaan kelas menengah dengan omzet Rp 15 miliar hingga Rp 50 miliar dikenai tarif beberapa juta lebih murah dari tarif tertinggi.
Dengan jumlah pelaku usaha menengah dan besar yang jauh lebih sedikit dan tarif sertifikasi flat, Andy menyatakan, darimana negara dapat memaksimalkan kemampuan keuangannya untuk memenuhi tuntutan pelaku UMK.
"Dengan gambaran situasi seperti ini, sertifkasi halal lebih memberatkan negara dibanding memberatkan pelaku UMK,” kata Andy.