REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti senior Center for Strategic and International Studies (CSIS) Evan A Laksmana mengatakan, butuh perencanaan jangka panjang dalam menghitung kebutuhan alat utama sistem senjata (alutsista) guna menjaga kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
"Pengadaan alutsista bisa dua tahun, tiga tahun, bahkan empat tahun kalau kita pesan. Jadi, untuk membeli senjata alutsista, perlu perencanaan jangka panjang yang bukan cuma satu, dua, sampai tiga tahun, bahkan bisa sampai 20 tahun," kata Evan dalam siaran pers di Jakarta, Kamis (17/6).
Selain itu, kata dia, Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2012 tentang Industri Pertahanan mewajibkan adanya transfer teknologi jika Indonesia terpaksa membeli alutsista dari produsen luar negeri. Hal tersebut bukan perkara mudah untuk melaksanakannya.
"Kita harus beli banyak supaya bisa nego transfer teknologi dan seterusnya," kata Evan menegaskan.
Dia juga menganggap, usulan anggaran sekitar Rp 1.700 triliun dalam Rancangan Peraturan Presiden (Ranperpres) tentang Pemenuhan Kebutuhan Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan (Alpalhankam) Kementerian Pertahanan (Kemenhan)-TNI 2020 hingga 2044 bukan angka yang besar.
Menurut dia, jumlah itu jauh di bawah rasio 0,8 persen dari produk domestik bruto (PDB) per tahun. Kalau dilihat anggaran tersebut untuk 20 tahun ke depan, sambung dia, tidak lebih dari 0,8 persen dari PDB setiap tahunnya.
Bahkan, jika berbicara pengembangan kemampuan jangka panjang, sebetulnya jumlah itu masih cukup minim. Negara lain, misalnya Cina, India, dan Jepang bisa dua hingga tiga kali lipat dari biaya tersebut selama lima sampai 10 tahun terakhir.
Anggota Komisi I DPR Bobby Adhityo Rizaldi mengatakan, anggaran Rp 1.700 triliun belum final lantaran masih dibahas di internal pemerintah antara Kemenhan, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
Meski demikian, politikus Partai Golkar itu menegaskan, parlemen mendukung langkah Kemenhan melakukan pengadaan alutsista. Alasannya, postur anggaran tertinggal 10 tahun lebih, mengingat pernah tidak ada pengajuan pada 1994 hingga 2008.