REPUBLIKA.CO.ID, BERLIN -- Kelompok-kelompok Turki di Jerman menolak inisiatif baru yang diluncurkan pemerintah untuk melatih para imam di negara itu. Program ilmu agama Islam telah dibuka pekan ini di Kota Osnabruck, Jerman.
Program tersebut merupakan yang pertama dari jenisnya yang diluncurkan Pemerintah Jerman. Menurut Deutsche Welle (DW), program tersebut diadakan dengan tujuan mengisi kesenjangan dari para imam yang berbahasa Jerman.
Seorang profesor studi Islam di Universitas Osnabruck, Bulent Ucar, mengatakan kepada DW bahwa beberapa komunitas Muslim di Jerman bisa tidak lagi memahami imam mereka jika mereka tidak berbicara bahasa Jerman, yang dinilai meningkatkan risiko kaum muda, khususnya diradikalisasi secara online.
Menurut DW, program tersebut diadakan dalam rangka mengurangi pengaruh asing di antara sebanyak 4,7 juta penduduk Muslimnya. Pada periode pertama program itu, ada pendidikan dua tahun yang diberikan kepada 25 imam pria dan wanita dari berbagai latar belakang budaya.
Materi pelajaran yang diberikan mencakup penyampaian khutbah, pendidikan politik, serta layanan sosial dan spiritual bagi komunitas Muslim. Namun, program tersebut justru ditolak oleh kelompok-kelompok yang terkait dengan Pemerintah Turki.
Penolakan salah satunya datang dari gerakan Islam terpopuler di Turki, Milli Gorus atau "National Outlook", sebuah gerakan Islamis yang didirikan oleh mantan perdana menteri Turki Necmettin Erbakan. Kelompok ini secara historis menjadi salah satu organisasi paling berpengaruh di antara diaspora Turki di Eropa.
Milli Gorus mengatakan kepada surat kabar pemerintah pro-Turki Daily Sabah, dilansir di Ahval News, Jumat (18/6), bahwa para imam harus bebas dari pengaruh luar, terutama pengaruh politik.
Persatuan Islam Turki untuk Urusan Agama (DITIB) juga menolak untuk berpartisipasi dalam program baru Jerman. DITIB adalah cabang Eropa dari Direktorat Urusan Agama (Diyanet) Turki, lembaga negara yang mengawasi imam dan masjid Turki.
Menurut Daily Sabah, saat ini sekitar setengah dari 2.000 hingga 2.500 imam di Jerman disediakan oleh DITIB, mengutip penelitian oleh Konrad Adenauer Foundation. DITIB meluncurkan program pelatihannya sendiri di Jerman tahun lalu.
Pada 2018, badan keamanan domestik Jerman meluncurkan penyelidikan terhadap DITIB atas laporan yang telah digunakan untuk memantau pembangkang Turki di negara tersebut. Para pejabat Jerman juga menyatakan keprihatinan bahwa organisasi itu digunakan untuk mempromosikan nasionalisme Turki.