Kamis 24 Jun 2021 20:03 WIB

Pengacara HRS: Tawaran Hakim untuk Ajukan Grasi tak Lazim

HRS memastikan akan mengajukan banding atas vonis empat tahun penjara.

Rep: Uji Sukma Medianti/ Red: Agus raharjo
Kuasa Hukum FPI Aziz Yanuar(ketiga kanan) memberikan keterangan kepada wartawan di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Selasa (1/12). Menurut keterangannya, Imam Besar FPI Habib Rizieq Shihab tidak bisa memenuhi panggilan penyidik Polda Metro Jaya terkait kasus kerumunan massa di Petamburan, karena masih dalam masa pemulihan usai dirawat di RS Ummi Bogor. Republika/Putra M. Akbar
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Kuasa Hukum FPI Aziz Yanuar(ketiga kanan) memberikan keterangan kepada wartawan di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Selasa (1/12). Menurut keterangannya, Imam Besar FPI Habib Rizieq Shihab tidak bisa memenuhi panggilan penyidik Polda Metro Jaya terkait kasus kerumunan massa di Petamburan, karena masih dalam masa pemulihan usai dirawat di RS Ummi Bogor. Republika/Putra M. Akbar

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengacara Habib Rizieq Shihab (HRS), Aziz Yanuar menilai, tawaran Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur agar HRS meminta pengampunan ke Presiden Joko Widodo terkait kasus swab RS Ummi, Bogor tidak lazim. "Patut dicatat ini menarik ketika ada majelis hakim dalam satu kasus yang katanya kasus prokes dan pidana tapi ada embel-embel meminta grasi ke presiden," kata Aziz Yanuar di PN Jaktim, Kamis (24/6).

"Biar para ahli hukum yang berkomentar apakah ini lazim atau tidak. Tapi kita kaget juga," tambahnya.

Kendati begitu, ia menegaskan kalau pihak HRS dan juga para terdakwa lain sudah memutuskan akan banding. Lebih lanjut, Aziz menilai, opsi grasi ke presiden akan memakan waktu yang lama.

Sehingga, konsekuensinya para terdakwa akan tetap ditahan. Namun, dengan menyatakan banding, otomatis kasus tersebut belum berkekuatan hukum.

"Kalau urusan grasi ke Presiden gak mungkin satu pekan. Anda bayangkan dalam satu pekan kalau gak ada keputusan lain mereka ditahan. Bagaimana mungkin? Mungkinkah dalam seminggu mengajukan grasi ke presiden? Konsekuensinya tetap ditahan. Tapi kalau dia nyatakan banding, otomatis kasus belum berkekuatan hukum," tutur dia.

HRS divonis empat tahun penjara terkait hasil tes swab dalam kasus RS Ummi hingga menimbulkan keonaran. Perbuatan HRS dinilai hakim meresahkan masyarakat. Habib Rizieq dinyatakan bersalah melanggar Pasal 14 ayat (1) UU RI Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Dalam sidang vonis tersebut, majelis hakim menawarkan tiga opsi kepada HRS dan juga terdakwa lain yakni menantu Habib Rizieq Shihab (HRS), Muhammad Hanif Alatas, dan Dirut RS Ummi Bogor, dr Andi Tatat, yang divonis satu tahun penjara.

Pertama, menawarkan langsung menerima atau menolak putusan tersebut (menyatakan banding). Kedua, hakim menawarkan opsi untuk mempelajari vonis atau pikir-pikir dahulu selama tujuh hari. Ketiga, hakim menawarkan mengajukan permohonan pengampunan atau grasi kepada Presiden RI dalam hal terdakwa menerima putusan, yaitu grasi.

HRS sebelumnya dituntut oleh jaksa penuntut umum (JPU) pidana 6 tahun penjara atas kasus tes usap RS Ummi Bogor. JPU menyatakan, HRS bersalah melanggar Pasal 14 Ayat 1 UU Nomor 1 Tahun tentang 1946 Peraturan Hukum Pidana.

HRS dianggap melakukan tindak pidana pemberitahuan bohong karena menyatakan kondisinya sehat meski terkonfirmasi Covid-19 saat dirawat di RS Ummi Bogor pada November 2020. Hal-hal yang memberatkan, menurut JPU, klaim Rizieq yang menyatakan dirinya sehat saat dirawat di RS Ummi Bogor sehingga menimbulkan keonaran di tengah masyarakat.

Mantan pemimpin Front Pembela Islam itu juga dianggap menghambat program pemerintah dalam penanganan pandemi Covid-19. Sebab, HRS menolak hasil tes usap PCR-nya dilaporkan pihak RS Ummi ke Satgas Covid-19 Kota Bogor.

Sementara untuk hal yang meringankan, JPU berharap HRS dapat memperbaiki perbuatannya setelah menjalani masa hukuman sesuai tuntutan. Untuk dua terdakwa lainnya, yaitu dr Andi Tatat dan Hanif Alatas, dituntut dua tahun penjara atas kasus yang sama oleh JPU.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement