Ahad 04 Jul 2021 19:07 WIB

Sekjen MUI Sarankan Takmir Edukasi Umat Soal Covid-19 

PPKM Darurat menjadi momentum takmir masjid edukasi umat soal Covid-19

Rep: Ali Yusuf/ Red: Nashih Nashrullah
Sekretaris Jenderal (Sekjen) MUI, KH Amirsyah Tambunan menyarankan, pengurus masjid (takmir) dapat mengoptimalkan masjid dan tempat ibadah sebagai sarana edukasidan rehabilitasi Covid-19.  Saran tersebut dilakukan terkait adanya Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakata (PPKM).
Foto: dok. Istimewa
Sekretaris Jenderal (Sekjen) MUI, KH Amirsyah Tambunan menyarankan, pengurus masjid (takmir) dapat mengoptimalkan masjid dan tempat ibadah sebagai sarana edukasidan rehabilitasi Covid-19. Saran tersebut dilakukan terkait adanya Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakata (PPKM).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Sekretaris Jenderal (Sekjen) MUI, Buya Amirsyah Tambunan, menyarankan, pengurus masjid (takmir) dapat mengoptimalkan masjid sebagai sarana edukasi dan rehabilitasi Covid-19. 

Saran tersebut dilakukan terkait adanya Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakata (PPKM) Darurat Jawa dan Bali yang diumkan Presiden Jokowi, Jumat (2/7).  

Baca Juga

"Pengurus masjid dapat memberikan penyuluhan, serta pertolongan bagi jamaah yang menjadi korban Covid-19," kata Buya Amirsyah saat dihubungi, Ahad (4/7). 

Menurutnya, masjid dan mushala juga dapat menjadi pusat kegiatan sosial keagamaan, seperti mengkoordinasikan pelaksanaan kurban bagi jamaah, amal sosial, dan kemanusiaan dengan tetap berpegang kepada prokes ketat.  

Amirsyah menyampaikan hal ini dilakukan agar umat Islam semakin mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan memperbanyak ibadah. Mulai dari memperbanyak taubat, istighfar, dzikir, shalawat, sedekah, dan membaca qunut nazilah di setiap sholat fardhu. 

"Serta senantiasa berdoa kepada Allah SWT agar diberikan perlindungan dan keselamatan dari musibah dan marabahaya (daf’u al-bala’), khususnya dari wabah Covid-19," katanya.

 

Amirsyah mengatakan, terkait pemberlakuan PPKM, MUI telah menyampaikan taushiyah 2021 agar masyarakat memperhatikan dua hal. 

Pertama, aktivitas ibadah di masjid, mushalla dan tempat ibadah publik yang bersifat kerumunan seperti pengajian, majlis taklim, dan sejenisnya agar memerhatikan kondisi faktual di kawasan tersebut, untuk kawasan yang penyebaran covid19 tidak terkendali bisa mengambil keringanan (rukhshah) dengan melaksanakan ibadah di rumah.  

Kedua, daerah yang terkendali, penyelenggaraan ibadah dilakukan dengan protokol kesehatan yang ketat. Hal ini sebagai upaya untuk pencegahan potensi terjadinya mata rantai penularan.  

Dalam konteks itu kata dia, diperlukan edukasi dan sosilaisasi agar pertama, masjid dan tempat ibadah tetap menyerukan adzan dan dilakukan oleh petugas yang secara khusus dan rutin melakukan seruan adzan, tidak berganti. Kedua, untuk sholat rawatib bagi jamaah umum dapat dilakukan di rumah masing-masing. 

Sedangkan pelaksanaan sholat Jumat mengacu pada Fatwa MUI Nomor 31 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Sholat Jum’at dan Jamaah untuk Mencegah Penularan Wabah Covid-19, 

dilaksanakan dengan protokol kesehatan secara sangat ketat, dan hanya diikuti oleh jamaah warga setempat.  

Kata dia, dalam kondisi penyebaran Covid-19 tidak terkendali di suatu kawasan yang mengancam jiwa maka di masjid tersebut tidak boleh diselenggarakan sholat Jumat. Dan sebagai gantinya, umat Islam melakukan sholat Zuhur di rumah atau di kediaman masing-masing. 

Terkait  pelaksanaan sholat Idul Adha mengacu pada Fatwa Nomor 36 Tahun 2020 tentang Sholat Idul Adha dan Penyembelihan Hewan Kurban Saat Wabah Covid-19, yang implementasinya diserahkan kepada Pemerintah atas dasar upaya mewujudkan maslahat (jalb al-mashlahah) dan mencegah terjadinya mafsadat (daf’u al-mafsadah).

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement