REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Matahari meledak dengan suar yang mengejutkan pada Sabtu (3/7) lalu. Ini merupakan ledakan terbesar yang terjadi sejak 2017.
Suar matahari terjadi dari bintik matahari yang disebut AR2838 dan terdaftar sebagai peristiwa matahari kelas X1 yang kuat. Peristiwa itu juga dilaporkan oleh Pusat Prediksi Cuaca Luar Angkasa Amerika (SWPC) telah menyebabkan pemadaman radio singkat di Bumi.
Sebuah video suar matahari dari Solar Dynamics Observatory di Badan Antariksa Amerika (NASA) menunjukkan suar meletus dari bagian kanan atas bintang seperti yang terlihat oleh pesawat ruang angkasa. Ini merupakan salah satu dari banyak yang digunakan untuk memantau cuaca matahari.
Suar matahari kelas X adalah jenis letusan terkuat di matahari. Ketika diarahkan langsung ke Bumi, yang paling kuat dapat membahayakan astronot dan satelit di luar angkasa, serta menganggu jaringan listrik di Bumi.
Suar matahari kelas M yang lebih moderat juga dapat membuat aurora Bumi menjadi super dengan tampilan yang mempesona. Sementara, bintik matahari (sun spot) AR2838 yang menembakkan suar baru-baru ini adalah wilayah aktif baru di matahari.
“Wilayah bintik matahari ini berkembang dalam semalam dan juga bertanggung jawab atas suar M2 (R1- Minor Radio Blackout) pada 3 Juli," ujar pernyataan dari SWPC, dilansir Space, Senin (5/7).
Sementara, sebuah situs web yang melacak peristiwa cuaca luar angkasa, Spaceweather.com melaporkan bahwa suar besar bintik matahari terdaftar sebagai kelas X1.5 pada skala yang digunakan untuk melacak peristiwa matahari.
"Secepat kemunculannya, bintik matahari sudah hilang. Pada 4 Juli, sun spot berotasi di atas ekstremitas barat laut matahari, dan akan menghabiskan dua minggu berikutnya untuk transit di sisi jauh matahari,” jelas laporan Spaceweather.com.
Cuaca matahari mengikuti siklus 11 tahun dengan fase aktif dan tahun diam relatif matahari. Siklus saat ini, yang disebut siklus matahari 25, dimulai pada 2020.