REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Puing-puing pesawat AN-26 yang hilang pada Selasa pagi (6/7) di wilayah Kamchatka Timur Jauh, Rusia, telah ditemukan di dekat bandara tempat pesawat itu seharusnya mendarat.
Tidak ada laporan awal mengenai korban selamat karena pihak berwenang menemukan puing-puing sekitar lima kilometer (tiga mil) dari bandara di pemukiman Palana. Pihak berwenang mengatakan pesawat yang membawa 29 orang itu menabrak sebuah bukit.
Pesawat itu awalnya diyakini jatuh ke laut dan kapal-kapal dikirim ke lokasi untuk mencari. Dua helikopter dan satu pesawat penyelamat juga dikerahkan, bersama dengan sekelompok penyelamat di darat. Laporan terbaru menyatakan pesawat tersebut pecah menjadi dua bagian, satu bagian jatuh ke laut dan satu lagi di darat.
Pesawat Kamchatka Aviation Enterprise sedang dalam perjalanan menuju Palana dari kota Petropavlovsk-Kamchatsky ketika pesawat itu dinyatakan hilang, menurut Kantor Kejaksaan Transportasi Timur Jauh. Perusahaan mengatakan pesawat tersebut dalam kondisi baik sebelum terbang.
Laporan awal menunjukkan pesawat tidak merespon tepat waktu pada saat harus berkomunikasi, dan koneksinya terputus ketika jarak pesawat 10 kilometer (6,2 mil) dari bandara Palana, tambah pejabat tersebut. Menurut Kantor Kejaksaan, ada enam orang awak pesawat dan 23 penumpang di dalam pesawat itu, kebanyakan dari mereka adalah penduduk Palana, termasuk kepala pemukiman Olga Mokhireva dan beberapa pejabat lokal lainnya.
Badan Transportasi Federal Rusia (Rosaviation) mengatakan pesawat itu terbang dalam kondisi cuaca yang sulit, yang mungkin menyebabkan kecelakaan. Kesalahan pilot juga diduga menjadi penyebab lainnya. Lembaga cuaca mengkonfirmasi ada tutupan awan di rute pesawat pada ketinggian 300-600 meter (sekitar 985-1.970 kaki), meskipun visibilitas horizontal tetap baik dan angin lemah.
Pesawat AN-26 yang hilang ini mulai digunakan pada tahun 1982 dan dijadwalkan dipensiunkan pada 30 Agustus 2021. Perdana Menteri Rusia Mikhail Mishustin telah memerintahkan pembentukan komisi untuk menyelidiki insiden itu. Komite Investigasi Timur Jauh juga telah membuka kasus pidana atas kemungkinan pelanggaran aturan keselamatan transportasi.