Kamis 08 Jul 2021 04:06 WIB

PPKM Darurat, Buruh Minta 2021 Jangan Terapkan Upah Murah

Segera berlakukan UMSK di tahun 2021 dan kembalikan penetapan upah minimum.

Rep: Amri Amrullah / Red: Agus Yulianto
Massa yang tergabung dalam Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) melakukan aksi unjuk rasa. (Ilustrasi)
Foto: Republika/Mahmud Muhyidin
Massa yang tergabung dalam Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) melakukan aksi unjuk rasa. (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Dunia resmi mengumumkan Indonesia kembali masuk dalam negara lower middle income alias negara dengan penghasilan menengah ke bawah. Namun di tengah bayangan kondisi ekonomi yang terdampak pandemi saat Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat, buruh justru meminta pemerintah tidak kembali menerapkan upah murah.

Presiden Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Riden Hatam Aziz menyampaikan, Indonesia turun kelas bukan semata-mata akibat resesi yang disebabkan pandemic Covid-19. Tetapi juga dipicu oleh kebijakan upah murah yang diperlakukan Pemerintah.

“Ini adalah buah dari kebijakan upah murah, seperti adanya pembatasan kenaikan upah dan dihapuskannya Upah Minimum Sektoral,” kata Riden Hatam Aziz, dalam keterangannya kepada wartawan, Rabu (7/7).

Dia menyebut, sejak awal tahun 2020 banyak daerah yang sudah tidak menetapkan Upah Minimum Sektoral atau UMSK. Beberapa daerah yang lain seperti Jawa Barat, bahkan menetapkan UMSK tahun 2020 setelah melewati pertengahan tahun. Sementara itu, di tahun 2021 ini, hampir semua daerah tidak ada yang menetapkan UMSK.

Hal ini diperparah dengan kegagalan Pemerintah untuk memberikan perlindungan kepada buruh selama pandemi. Karena dalam kurun waktu 2020-2021 ini banyak buruh yang dirumahkan dengan dipotong gaji, serta adanya PHK besar-besaran di berbagai sektor industri. 

Inilah yang kemudian memukul daya beli, yang pada ujungnya berdampak pada melemahnya pertumbuhan ekonomi. “Solusinya hanya satu. Segera berlakukan UMSK di tahun 2021 dan kembalikan penetapan upah minimum berdasarkan kebutuhan hidup layak,” tegas Riden.

Riden percaya, jika upah semakin baik, maka daya beli masyarakat juga akan membaik. Ketika masyarakat memiliki daya beli, maka akan terjadi pertumbuhan daya beli. “Sekarang ini serba susah. Mau berjualan juga jarang ada yang membeli, karena kita semua sedang susah,” kata Riden.

Mengenai UMSK, lanjutnya, saat ini pihaknya sedang melakukan mengkonsolidasikan element buruh untuk mendesak agar Gubernur di seluruh Indonesia kembali memberlakukan UMSK tahun 2021. “Kan boleh Kepala Daerah membuat kebijakan yang lebih baik untuk rakyatnya. Masak berbuat baik dilarang,” tegasnya.

Lebih lanjut Riden Hatam Azis menyampaikan, lahirnya omnibus law UU Cipta Kerja yang kemudian menghapus UMSK/UMSP justru membuat Indonesia kembali pada rezim murah, yang memicu negara kita masuk pendapatan menengah bawah. Pemerintah juga menerbitkan PP No 78 Tahun 2015 yang mengatur kenaikan upah tidak lagi berdasar pada kebutuhan hidup layak.

"Regulasi itulah yang semakin menurunkan daya beli masyarakat, yang dampaknya terasa sekarang," imbuhnya.

Sebelumnya dalam laporan terbaru, assessment Bank Dunia menyatakan Gross national income (GNI) per kapita Indonesia tahun 2020 turun menjadi US$ 3.870. Padahal, tahun lalu berada di level US$ 4.050 dan membuat Indonesia naik kelas menjadi negara upper middle income country alias negara berpenghasilan menengah ke atas.

Kembalinya Indonesia ke kelompok negara berpenghasilan menengah ke bawah, melihat dampak pandemi yang terjadi sekarang. Selain itu, Bank Dunia juga menyatakan, GNI dipengaruhi faktor-faktor seperti pertumbuhan ekonomi, inflasi, nilai tukar, dan pertumbuhan penduduk.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement