Kamis 08 Jul 2021 21:25 WIB

5 Unsur Penting Tawakal yang Sebenarnya Menurut Ulama    

Tawakal merupakan salah satu amalan penting orang beriman

Rep: Alkhaledi Kurnialam/ Red: Nashih Nashrullah
Tawakal merupakan salah satu amalan penting orang beriman. Ilustrarasi tawakal
Foto: Republika/Wihdan
Tawakal merupakan salah satu amalan penting orang beriman. Ilustrarasi tawakal

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Tawakal menjadi kata yang tidak asing diungkapkan masyarakat Indonesia atau Umat Islam khususnya.

Seringkali kata ini keluar saat seseorang menghadapi kondisi tertentu, seperti saat menunggu hasil ujian sekolah, menunggu panggilan kerja atau kondisi menentukan lainnya.

Baca Juga

Namun sebenarnya apa makna dari tawakal yang menjadi satu ajaran dalam Islam ini? Apa penjelasan para ulama mengenai tawakal?. Berikut berbagai pengertiannya seperti dilansir dari Islam Web:

Seorang ulama besar Islam, Imam Ahmad mengatakan tawakal berkaitan erat dengan hati. Tawakal bukan sekadar dari ucapan lidah, bukan pula masalah pengetahuan dan persepsi. 

Menurutnya, di antara manusia ada yang menjadikannya ilmu dan mengartikannya sebagai ilmu hati untuk mencukupkan Tuhan sebagai semua kebutuhan seorang hamba. 

Didefinisikan juga tawakal adalah menjatuhkan hati hanya kepada Tuhan, selayaknya mayit di tangan orang yang memandikannya, dibasuh sesuka hatinya.  Ini berarti meninggalkan pilihan, dan menghanyutkan diri kepada jalan takdir. 

Ulama lain, Sahl berkata tawakal adalah kerelaan mengikuti alur hidup seperti yang Tuhan inginkan. Diartikan juga sebagai ridha, yakni ridha dengan apa yang akan terjadi. 

Menurut Bishr Al Hafi, seseorang tergolong berbohong mengatakan bertawakal kepada Alah SWT, jika dia tidak puas dengan apa yang Tuhan lakukan. 

Ulama lain, Yahya bin Muadz saat ditanya tentang kapan seseorang tergolong bertawakal. Dia lalu berkata, “Saat seseorang telah ridha Allah SWT sebagai pengaturnya. 

Beberapa ulama ada yang mengartikan tawakal sebagai keyakinan yang kuat kepada Tuhan, berfokus kepada-Nya dan tenang atas semua keputusan-Nya.  Ibnu Atha berkata, “Tawakal membuat seseorang tidak tampak terganggu oleh sebab-sebab (takdir Tuhan) meskipun Anda sangat membutuhkannya.” 

Dzun Nun berkata, “Tawakal adalah pengabaian diri sebagai pengendali dan memindahkan kekuatan dan kekuasaan kepada-Nya.  Seorang hamba akan bertawakal  jika mengetahui bahwa Allah SWT Mahamengetahui dan melihat seorang hamba.” 

Pengertian lain juga disebutkan bahwa tawakal adalah melekatkan diri kepada Tuhan dalam setiap situasi. 

Dzun Nun juga berkata, tawakal adalah menghapus penguasaan diri.  Memotong keterikatan hati kepada hal-hal lain selain Allah SWT. 

Tawakal dijelaskan sebagai mengembalikan kebutuhan diri kepada sumbernya, maka jangan meminta kecuali kepada yang Maha mencukupi kebutuhan.

Sehingga pengertian lain juga menyebut tawakal sebagai penolakan segala bentuk keraguan dan memasrahkan diri kepada Tuhan. 

Abu Said Al Kharraz mengatakan, “Tawakal adalah turbulensi tanpa keheningan, dan keheningan tanpa turbulensi.” Menurutnya, pergerakan seorang hamba secara lahiriah dan batiniah, tidak menghentikan kepuasan atas takdir-Nya. 

Abu Turab An Nakhhabi mengatakan tawakal adalah penyerahan tubuh sebagai hamba-Nya, keterikatan hati pada Tuhan, ketenangan pikiran dan merasa cukup.  

Maka dia menjadikan tawakal adalah gabungan dari lima perkara, yakni beribadah, keterikatan hati pada rencana Tuhan, ketenangannya pada ketetapan dan takdir-Nya, tenang dan merasa cukup, rasa syukur ketika diberikan, dan kesabaran ketika tidak diberikan. 

Sahl bin Abdullah menjelaskan, tawakal adalah putusnya ikatan hati dengan selain Allah. Saat ditanya tentang tawakal lagi,  dia berkata bahwa tawakal adalah Hati yang hidup dengan Tuhan. 

Sedangkan Abu Ali Al Daqqaq membagi hal ini menjadi tiga derajat, yakni tawakal, taslim (penerimaan), dan tafwidh (berserah diri). Tawakal adalah derajat awal, taslim adalah yang kedua dan berserah diri adalah tingakatan tertinggi. 

Disebutkan tawakal adalah sifat orang-orang yang beriman, dan taslim adalah sifat para wali dan tafwid adalah milik para orang-orang mulia. Sehingga disebutkan juga tawakal adalah sifat para nabi, penerimaan adalah sifat Ibrahim sang Khalil, dan berserah diri adalah sifat Nabi kita Muhammad SAW.

 

Sumber: islamweb

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement