REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO -- Pengadilan banding tertinggi Mesir menguatkan hukuman seumur hidup terhadap 10 pemimpin Ikhwanul Muslimin yang dilarang di Mesir, Ahad (11/7). Semua hukuman yang dipertimbangkan oleh pengadilan di tingkat banding adalah final.
Kantor berita resmi Mesir MENA melaporkan, para terdakwa dinyatakan bersalah membantu sekitar 20.000 tahanan melarikan diri. Mereka dinilai merusak keamanan nasional dengan berkonspirasi dengan kelompok-kelompok militan asing, seperti Hamas Palestina dan Hizbullah Lebanon.
Sementara itu, Pengadilan Kasasi membebaskan delapan pemimpin tingkat menengah dari organisasi Islam tertua di negara itu. Mereka sebelumnya dijatuhi hukuman 15 tahun penjara.
Pada 2019, pengadilan pidana Kairo telah menghukum 10 orang, termasuk pemimpin kelompok atau pembimbing tertinggi, Mohamed Badie, atas tuduhan terkait pembunuhan polisi dan pengorganisasian pembobolan penjara massal selama pemberontakan Mesir 2011. Pemberontakan itu memuncak dengan penggulingan otokrat lama Hosni Mubarak.
Putusan banding terbaru ini menguatkan beberapa hukuman seumur hidup terbaru bagi para pemimpin Ikhwanul Muslimin. Mereka telah diadili beberapa kali sejak tindakan keras terhadap kelompok itu pada 2013 menyusul penggulingan militer presiden pertama Mesir yang terpilih secara demokratis, mendiang Mohammed Morsi.
Morsi berasal dari jajaran kelompok tersebut. Pemerintahannya selama satu tahun memecah belah dan memicu protes nasional.
Puluhan ribu orang Mesir telah ditangkap sejak 2013 dan banyak yang telah meninggalkan negara itu. Morsi sendiri adalah seorang terdakwa dalam kasus pembobolan penjara, tetapi dia pingsan di ruang sidang dan meninggal saat muncul dalam persidangan terpisah pada musim panas 2019.
Bulan lalu, Pengadilan Kasasi menguatkan hukuman mati untuk 12 orang yang terlibat dalam protes 2013 oleh kelompok Islam, termasuk beberapa pemimpin senior Ikhwanul Muslimin. Kelompok-kelompok hak asasi di Mesir dan luar negeri mengecam pengadilan dan hukuman mati sebagai penghinaan terhadap keadilan.