REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Kesehatan memperbarui tata laksana perawatan pasien yang terpapar oleh varian Covid-19 jenis Delta. Hal ini untuk mengantisipasi risiko terburuk selama perawatan di rumah sakit.
"Kita sedang menyusun standar tata laksana perawatan Covid-19. Ini disosialisasikan ke setiap rumah sakit. Kalau ini dirawat dengan baik, harusnya kalau tidak terlambat dan layanan tepat, kesembuhannya tinggi," kata Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin saat hadir secara virtual dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi IX DPR RI yang dipantau dari Jakarta, Selasa (13/7).
Menurut Budi, telah terjadi perubahan pola varian Delta saat menginfeksi tubuh pasien. Salah satunya tampak dari laporan CT value atau banyaknya jumlah siklus yang dihasilkan dalam mencari materi genetik virus dalam tubuh pasien. Varian Delta, kata Budi, memiliki laporan nilai CT yang rendah dan lebih cepat masa aktifnya.
"Jadi yang kami amati pertama, dia CT-nya rendah-rendah. Jadi kalau dulu CT 20 saja sudah rendah, sekarang bisa 16 bisa 12, malah ada yang 8 atau 9," katanya.
Berdasarkan laporan tersebut, Budi telah menugaskan Wakil Menteri Kesehatan, Dante Saksono, untuk merevisi tata laksana perawatan pasien yang terpapar varian Delta. Salah satunya, kata Budi, adalah dengan cara mempercepat interval pemberian obat terapi bagi pasien.
"Setidaknya kita bisa bedakan, kalau memang ciri-cirinya Delta kita harus melakukan intervensinya lebih cepat di rumah sakit, baik obat maupun bantuan oksigen, ventilator," katanya.
Budi menambahkan, kecepatan dan penanganan obat secara tepat dalam merawat pasien COVID-19 merupakan kunci dari keberhasilan menyelamatkan nyawa pasien. "Kalau kita lihat TBC, HIV angka kematiannya lebih tinggi dibandingkan COVID-19. Masalahnya, kalau saturasinya (pasien COVID-19) sudah di angka 60-70 tidak bisa kita tangani," katanya.