REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Suparman Nyompa, menilai mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo tidak mengetahui asal suap yang diterimanya. Pendapat Suparman ini berbeda dengan anggota majelis hakim lainnya.
"Bahwa dalam persidangan tidak ada bukti dan tidak ada fakta jika terdakwa Edhy Prabowo minta uang atau memerintahkan kepada tim uji tuntas atau due dilligence atau memperoleh hadiah dari Suharjito yang meminta dan menerima uang dari semua kita sejumlah 77 ribu dolar AS adalah Safri selaku wakil ketua tim uji tuntas, namun tidak ada bukti Safri melakukan perbuatan tersebut atas perintah atau pun diketahui oleh terdakwa," kata Suparman, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (15/7).
Menurut Suparman, Edhy Prabowo hanya menekankan dan meminta agar setiap permohonan yang masuk untuk budi daya dan ekspor benih bening lobster (BBL) agar tidak dipersulit. Tetapi, justru harus dipermudah.
"Begitu juga di sini yang lain dalam usaha perikanan, yaitu izin kapal tangkap ikan yang sebelumnya memakan waktu cukup lama. Kemudian setelah terdakwa Edhy Prabowo menjabat Menteri Kelautan dan Perikanan, izin usaha kapal penangkap ikan dapat selesai dalam waktu yang singkat," kata Suparman lagi.
Mengenai pemberian uang dari pemilik PT Dua Putera Perkasa Pratama Suharjito kepada staf khusus Edhy Prabowo yaitu Safri, kemudian Safri menyerahkan uang tersebut kepada sekretaris pribadi Edhy yaitu Amiril Mukminin, menurut hakim Suparman tidak bisa langsung dihubungkan.
"Cukup jelas terlihat terdakwa Edhy Prabowo selaku Menteri Kelautan dan Perikanan hanya menerbitkan Peraturan Menteri KKP Nomor 12/PERMEN-KP/2020 tanggal 4 Mei 2020. Pelaksanaan permen tersebut dilakukan oleh tim uji tuntas bersama-sama dengan dirjen dan badan dalam lingkungan Kementerian Kelautan dan Perikanan," ujar hakim Suparman.
Sehingga menurut Suparman, selaku Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy tidak ada meminta atau menyuruh untuk menerima sejumlah uang dari Suharjito. Oleh karena itu, menurutnya, tidak tepat jika terdakwa dinyatakan telah melanggar ketentuan Pasal 12 huruf a UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat 1 KUHP sebagaimana dakwaan alternatif pertama.
In Picture: Mantan Menteri KKP Edhy Prabowo Divonis 5 Tahun Penjara
Suparman menilai Edhy hanya terbukti melakukan dakwaan alternatif kedua yaitu Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat 1 KUHP. Namun, Suparman setuju bahwa pada 17-24 November 2020, Edhy Prabowo bersama rombongan melakukan perjalanan dinas ke Amerika Serikat dan bersama istrinya sempat membeli belanja kebutuhan pribadi, seperti membayar jam Rolex, tas, koper, sepeda, dan lain-lain.
"Terdakwa membeli barang dari kartu debit emerald personal yang diberikan sekretaris pribadi terdakwa Amiril Mukminin ketika terdakwa masih di Jakarta. Namun sumber dana kartu debit itu sebagian ada dari uang pemberian Suharjito. Meski terdakwa dalam sidang tidak mengetahui ada uang dari Suharjito, terdakwa tidak pernah mengurus dan tidak perhatikan mengenai uang masuk dari Amiril, terdakwa hanya mau tahu apakah ada uang atau tidak," kata hakim Suparman.
Padahal, menurut Suparman, Edhy selaku atasan Amiril sepatutnya bertanya ke Amiril mengenai uang yang masuk. "Karena itu uang yang telah digunakan terdakwa melalui kartu debit yang diberikan Amiril Mukminim, maka terdakwa harus bertanggung jawab," ujar hakim itu pula.
Dalam perkara ini, Edhy Prabowo divonis 5 tahun penjara ditambah denda Rp 400 juta subsider 6 bulan kurungan. Edhy dinilai terbukti menerima suap senilai 77 ribu dolar AS dan Rp 24.625.587.250 dari pengusaha terkait ekspor BBL atau benur.
Suap tersebut diterima bersama-sama dengan Andreau Misanta Pribadi dan Safri (staf khusus Edhy Prabowo), Amiril Mukminin (sekretaris pribadi Edhy), Ainul Faqih (sekretaris pribadi Iis Rosita Dewi yaitu istri Edhy Prabowo), dan Siswadhi Pranoto Loe (pemilik PT Aero Cipta Kargo) dari Direktur PT Duta Putra Perkasa Pratama Suharjito dan perusahaan pengekspor BBL lain.
Edhy Prabowo mengaku sedih dengan vonis 5 tahun penjara yang dijatuhkan hakim kepadanya.
"Ya saya mau pikir-pikir, saya sedih hasil ini tidak sesuai dengan fakta-fakta persidangan tapi inilah proses peradilan di kita. Saya akan terus melakukan proses tapi kasih saya waktu berpikir, terima kasih," kata Edhy Prabowo di gedung KPK Jakarta, Kamis.