REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA – Sikap yang ditempuh para fuqaha terhadap para penguasa adalah menjunjung dan membela kebenaran dengan mengarahkan menuju kehidupan Islami. Sikap para fuqaha inilah yang dalam sejarah membuat mereka menghadapi beragam ujian dan cobaan.
Prof Abul Yazid Abu Zaid Al-Ajami dalam buku Akidah Islam Menurut Empat Madzhab menjelaskan, sikap para fuqaha terhadap penguasa kerap mendatangkan kesulitan dan penyiksaan untuk mereka sendiri. Meski demikian, para fuqaha terdahulu tidak melunak atau tetap teguh dalam pendapatnya.
Mereka tidak melunak sebagai bentuk jihad dan pengharapan akan pahala di sisi Allah SWT. Sejarah pemikiran Islam mengabadikan ujian-ujian tersebut dengan berbagai kondisi dan akibat yang ditimbulkan. Inilah yang membuat ahli fikih tetap abadi di sanubari dan akal secara bersamaan.
Berikut beberapa sikap ulama fikih yang berupaya berpegang teguh pada prinsipnya:
Pertama, Imam Abu Hanifah (wafat pada tahun 150 Hijriyah). Imam Abu Hanifah mendapat ujian berbagai tipu daya oleh kalangan yang bersebrangan pendapat. Di samping mendapat ujian dari para pemimpin dan khalifah karena bersebrangan dengan langkah politik yang diambil untuk rakyat.
Di era Bani Umayah, Imam Ab Hanifah mendapat ujian saat kalangan Umawiyah merasa Abu Hanifah bersikap loyal terhadap Alawiyin (para pengikut Sayyidina Ali bin Thalib) karena Abu Hanifah menyampaikan aib dan kezaliman-kezaliman penguasa Umawiyah.
Al-Makki menuturkan ujian ini sebagai berikut: “Ibnu Hubairah menjabat sebagai gubernur Kufah di masa Bani Umayah. Saat itu muncul berbagai fitnah (penyimpangan) di Irak. Kemudian para ahli fikih Irak mengadakan perkumpulan, di antara mereka terdapat Ibnu Abi Laila, Ibnu Subrumah, dan Dawud bin Abu Hind. Setelah itu, mereka semua pulang dan mengingkari langkah yang diambil Ibnu Hubairah. Dia kemudian mengirim utusan untuk menemui Abu Hanifah dengan maksud menyerahkan wewenang kepadanya, keputusan apapun tidak akan dilaksanakan tanpa seizin Abu Hanifah, tidak boleh ada sepeser pun uang dari Baitul Mal keluar tanpa seizinnya,”.
“Namun Abu Hanifah menolah tawaran itu kemudian Ibnu Hubairah bersumpah untuk menyiksanya jika tidak mau menerima tawaran tersebut. Para ulama fikih itu berkata kepada Imam Abu Hanifah, ‘Kami menyumpahmu dengan nama Allah, jangan engkau binasakan dirimu, kami semua saudaramu. Kami semua tidak menyukai hal ini, namun engkau tidak memiliki pilihan lain,”.
Imam Abu Hanifah pun menimpali: “Andai pun dia memintaku membuatkan pintu-pintu masjid untuknya, tidak akan aku lakukan hal itu. Lantas bagaimana jika dia menginginkanku memutuskan untuk membunuh seseorang lalu aku stempel putusan tersebut? Demi Allah, aku tidak akan melakukan hal itu selamanya,”.
Atas sikapnya tersebut, Imam Abu Hanifah pun ditahan dan disiksa selama beberapa hari tanpa henti. Setelah si tukang pukul mendatangi Ibnu Hubairah dan melaporkan, “Orang itu tidak berguna,”, maka Ibnu Hubairah menginstruksikan agar jangan sampai Abu Hanifah terkena sumpahnya. Kemudian si tukang pukul pun menyampaikan pesan tersebut, dan Imam Abu Hanifah kembali menjawab: “Andai pun dia memintaku untuk membuatkan pintu-pintu masjid, tidak akan aku lakukan,”.