REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Buya Anwar Abbas meluruskan anggapan yang masih ada di tengah masyarakat, yang menyebut bahwa takut terhadap Covid-19 berarti musyrik.
Menurut dia, itu pemahaman yang keliru. Dia mengutip Alquran sebagai argumentasi. Allah SWT berfirman:
وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِنَ الْأَمْوَالِ وَالْأَنْفُسِ وَالثَّمَرَاتِ ۗ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ "Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar." (QS Al Baqarah 155)
Buya Anwar menjelaskan, berdasarkan ayat tersebut, maka ketakutan adalah hal ilmiah. Dia melanjutkan, ketakutan ada dua kategori. Pertama adalah takut kepada makhluk. Dan kedua adalah takut kepada Allah SWT.
"Kalau takut kepada singa, kita menghindarinya. Takut pada Covid-19, kita berusaha menjauhkan diri kita dari paparan Covid itu," tutur dia dalam agenda tausyiah dan takbiran nasional Idul Adha 1442 Hijriyah secara virtual dengan tajuk 'Bersama Umat Mengandung Rahmat dan Pertolongan Allah SWT', Senin (19/7).
Sedangkan, jika takut kepada Allah SWT, maka setiap Muslim tidak disuruh untuk menjauhi Allah, tetapi diperintahkan untuk mendekat dan semakin mendekat kepada Allah SWT.
"Jadi kami mohon betul terkait pemahaman tentang takut kepada Covid-19 ini, jangan sampai menganggap itu akan membawa kemusyrikan. Takut kepada khaliq itu tidak sama dengan takut kepada makhluk," ucapnya.
Dalam kesempatan itu, Buya Anwar mendoakan agar Indonesia kembali seperti semula kondisinya sehingga kehidupan sosial masyarakat dan ekonomi bisa pulih dan menggeliat kembali. "Dan supaya Indonesia dapat bangkit dari keterpurukan," katanya.
Pada forum yang sama, Ketua MUI Bidang Dakwah KH M Cholil Nafis, mengingatkan, bagi seorang mukmin, apapun yang terjadi adalah kebaikan. "Maka Insya Allah semua ini adalah rahmah, kebaikan. Karena penyikapan kita yang sesuai tuntunan Allah SWT," tuturnya.
Kiai Cholil mengatakan, sudah lebih dari setahun pandemi melanda dan mengubah bagaimana seorang Muslim beribadah. "Ibadah kita sekarang didesak dari hatinya masing-masing, dari rumahnya masing-masing, sebagaimana takbiran pada malam ini," ungkapnya.
Namun, dia mengingatkan, bukan berarti masjid dikosongkan dari jamaah. Dia mengatakan, untuk masjid yang berada di zona merah, maka jamaahnya terdiri dari takmir masjid dan marbot.
"Jadi sifatnya terbatas. Masjid yang berada di zona merah, takmirnya melarang orang luar masuk ke dalam dan dilarang berkerumun. Hanya takmir dan marbot saja sehingga tidak kosong. Orang-orang dipersilakan sholat di rumah masing-masing," tuturnya.