REPUBLIKA.CO.ID, BERLIN — Bencana banjir yang melanda Eropa baru-baru ini disebut bakal lebih sering terjadi akibat pemanasan global (global warming). Model komputer resolusi tinggi menunjukkan badai yang bergerak lambat bisa menjadi 14 kali lebih sering terjadi di darat pada akhir abad ini dalam skenario terburuk.
Semakin lambat badai bergerak, semakin banyak hujan yang turun di area kecil dan semakin besar risiko banjir serius. Para peneliti sudah tahu suhu udara yang lebih tinggi yang disebabkan oleh krisis iklim berarti atmosfer dapat menahan lebih banyak kelembapan, yang pada gilirannya menyebabkan hujan yang lebih ekstrem.
Analisis terbaru, bagaimanapun, adalah yang pertama untuk menilai peran badai yang bergerak lambat dalam menyebabkan hujan lebat di Eropa. Badai yang diproyeksikan dalam studi baru bergerak lebih lambat daripada yang membasahi Jerman, Belanda, dan negara-negara lain dalam sepekan terakhir dan karenanya akan menyebabkan curah hujan dan banjir yang lebih ekstrem.
“Simulasi memberikan gambaran bahwa hal yang lebih buruk dapat terjadi,” kata Abdullah Kahraman dari Universitas Newcastle di Inggris, yang memimpin penelitian tersebut dilansir The Guardian, Rabu (21/7).
Prof Lizzie Kendon di UK Met Office mengatakan studi ini menunjukkan selain intensifikasi curah hujan dengan pemanasan global, kita juga dapat menghadapi peningkatan besar dalam badai yang bergerak lambat.
Hal ini sangat relevan dengan banjir baru-baru ini yang terlihat di Jerman dan Belgia, yang menyoroti dampak dahsyat dari badai yang bergerak lambat.
Para ilmuwan berpikir bahwa Arktik yang memanas dengan cepat mungkin menjadi akar penyebab melambatnya sistem cuaca dengan memperlambat angin tingkat tinggi seperti aliran jet. Fenomena ini telah dikaitkan dengan gelombang panas yang menghancurkan di Rusia dan banjir di Pakistan.
Studi tersebut menunjukkan peningkatan terbesar dalam badai yang bergerak lambat di atas daratan terjadi pada musim panas. “Pada musim panas, terutama pada Agustus, peningkatan tertinggi terjadi di sebagian besar benua Eropa,” kata Kahraman.
Dia terkejut dengan model dampak yang meluas ke wilayah utara Eropa yang lebih dingin. “Kami menemukan seluruh Eropa, termasuk Inggris dan Skandinavia, mengalami potensi badai hujan ekstrem yang sangat lambat,” katanya.