REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam perspektif Islam, gempa bumi berkaitan dengan tanda-tanda kekuasaan Sang Pencipta, khususnya menjelang Hari Akhir. Rasulullah SAW bersabda, “Tidak akan terjadi hari kiamat kecuali setelah hilangnya ilmu, banyak terjadi gempa, waktu seakan berjalan dengan cepat, timbul berbagai macam fitnah, al-Haraj, yaitu pembunuhan-pembunuhan, dan harta melimpah ruah kepada kalian.” (HR Bukhari No 978).
Dalam surah al-Hajj ayat 1 Allah SWT berfirman yang artinya, “Wahai sekalian manusia, takutlah kepada Tuhanmu; sesungguhnya gempa kiamat merupakan sesuatu yang sangat dahsyat.”
Ibn Qayyim al-Jawziyyah dalam kitabnya, al-Da'a wa al-Dawa'a, mengutip sebuah hadits mursal yang diriwayatkan Ibn Abi al-Dunya.
Terjemahannya berbunyi, “Bumi pernah berguncang pada masa Rasulullah SAW. Beliau SAW meletakkan tangannya di atas bumi dan bersabda, ‘Tenanglah! Belum tiba saatnya bagimu.’ Kemudian menoleh kepada para sahabat seraya memberi tahu, ‘Tuhan ingin agar kalian melakukan sesuatu yang membuat-Nya ridha. Karena itu, buatlah agar Dia ridha kepada kalian!’”
Seperti dijelaskan al-Biruni, tahun kelima dari hijrahnya Rasulullah SAW disebut sebagai “Tahun Gempa.” Penanggalan tradisional Arab tidak menyebut tahun kesatu, tahun kedua, dan seterusnya. Mereka menamakan suatu tahun dengan merujuk pada peristiwa historis yang terjadi di dalamnya.
Bencana kembali mengguncang Madinah pada zaman kepemimpinan Umar. Menurut riwayat yang sama, sahabat bergelar al-Faruq itu menyeru kepada penduduk setempat, “Wahai manusia, gempa ini tidak terjadi kecuali karena perbuatan kalian! Demi Zat Yang menggenggam jiwaku, jikalau ini terjadi lagi, aku tidak akan tinggal di sini bersama kalian.” Umar bin Khaththab pada saat itu spontan mengenang kejadian serupa yang terjadi pada masa Rasulullah SAW di Madinah.
Sang khalifah merasa bahwa Allah SWT sedang mengingatkan kaum Muslimin sepeninggalan Nabi SAW dan Abu Bakar ash-Shiddiq. Maka dari itu, tidak ada yang terucap di lisannya selain peringatan kepada sekalian umat Islam agar segera meninggalkan kebiasaan buruk dan bertaubat dengan sungguh-sungguh demi keridhaan Sang Pencipta.
Ibn Qayyim al-Jawziyyah dalam kitabnya, al-Jawab al-Kafy, berkomentar, “Di kalangan salaf, jika terjadi gempa bumi, mereka berkata, ‘Sesungguhnya Tuhan sedang menegur kalian.’”